#Jumat 14 September 2012 (H-4)Sungguh tidak mudah menjalani hubungan suami istri secara jarak jauh. Lebih-lebih jika menyangkut hal yang sangat penting seperti masa-masa kehamilan istri. Masa-masa dimana kehadiran sosok suami di sisi begitu dibutuhkan. Masih terbayang jelas bagaimana sehari sebelumnya, istri menelepon saya mengabarkan bahwa perutnya sudah mulai sering kontraksi meskipun frekuensinya masih belum teratur. Mendengar keluhan istri seperti itu, akhirnya saya memutuskan untuk pulang saja ke magetan. Tentu saya tidak ingin juga melewatkan momen spesial kelahiran anak yang begitu saya nantikan kehadirannya selama ini. Ditambah lagi, sebelumnya ada sahabat yang mengatakan bahwa pentingnya mendampingi istri yang melahirkan untuk memberikan sebuah dorongan semangat.
“Bekerja itu bisa kapan saja, tetapi hadir dalam momen kelahiran anak pertama, hanya terjadi sekali dalam hidup”. Begitulah nasihat seorang kawan di FB beberapa waktu yang lalu. Sebuah nasihat yang cukup telak menyadarkan akan pentingnya momen bersejarah ini. Dan sayapun akhirnya bertekat dalam hati, bahwa saya musti berada di sisi istri bagaimanapun kondisinya nanti. Sangat berharap tak melewatkannya barang sedetikpun.
Berdasarkan prediksi dari dokter yang selama ini menangani kandungan istri, HPL seharusnya jatuh pada tanggal 16 September 2012. Maka berarti hari ini masih 2 hari sebelum HPL. Kalaupun saya pulang saat ini, maka insyaAllah bakal tepat waktu dengan saat kelahiran anak pertama. Semoga.
#Minggu, 16 September 2012 (H-2), tepat pada HPL prediksi dokter
Dengan menaiki kereta malam, akhirnya sehari sebelumnya (sabtu malam) saya melakukan perjalanan dari Bandung menuju Madiun dengan satu misi utama, yaitu menemani jihad istri melahirkan. Berbagai perasaan bercampur aduk menjadi satu, antara senang, takut, dan khawatir. Ada juga rasa tidak percaya. Tak percaya bahwa sebentar lagi saya akan menjadi seorang ayah. Beberapa kali saya memeriksa hape, takut-takut kalau ada sms dari istri terkait kondisi janinnya.
Bisa dibilang kondisi kehamilan istri saya termasuk lancar. Tidak ada masalah yang serius terkait kesehatan janin dan ibunya. Masalah hanya terjadi pada saat awal-awal masa kehamilan istri yang sudah pernah saya ceritakan pada tulisan kaki gatal dan melepuh saat hamil. Selepas itu, praktis kondisi janin dan ibunya selama ini terbilang jauh dari masalah.
Dengan bekal rekam kondisi janin yang selama ini baik-baik saja, maka saya punya harapan cukup besar bahwa kondisi janin pada tahap akhir kehamilan ini, juga akan baik-baik saja. Namun sampai hari perkiraan lahir, frekuensi kontraksi istri masih juga tidak teratur. Padahal seharusnya jika memasuki tahap persalinan, kontraksi akan sering terjadi dengan frekuensi yang teratur (semisal 5 menit sekali). Bahkan jika dilihat secara fisik, janin di perut seperti belum masuk ke panggul. Ketika ditanyakan kepada bidan, dijelaskan bahwa memang tidak semua ibu yang akan melahirkan, kondisi perut musti terlihat mlorot agak ke bawah.
#H-1 hari (17 September 2012)
Bertambah satu hari terlewat dari HPL, membuat perasaan kami semakin takut dan was-was. Terbayang jelas dengan beberapa kasus dari referensi yang pernah kami baca, bahwa jika bayi tidak segera lahir maka ketuban akan mengeruh dan menyebabkan bayi bisa karacunan. Kamipun berinisiatif pergi memeriksakan kandungan ke dokter Ardian untuk mencari opini lain terkait kondisi janin istri.
Senin sore kami berangkat ke klinik tempat dokter Ardian praktek. Selain mencari opini lain, sebenarnya tujuan kami yang lain adalah ingin melihat wajah bayi kami ^_^. Perlu diketahui bahwa dokter Ardian ini memiliki USG 4 dimensi yang memungkinkan kita bisa melihat kondisi bayi yang ada di dalam perut dengan lebih jelas. Sebuah usaha dari sebuah rasa penasaran ingin melihat wajah bayi kami.
Sekitar jam 5 sore kami sampai di klinik dokter Ardian. Tampak sudah cukup banyak antrian yang memenuhi ruang tunggu berukuran 6 meter persegi. Setelah registrasi dan melihat antrian yang cukup mengular, akhirnya kamipun bersepakat untuk beranjak pergi ke masjid Agung Magetan untuk menunaikan sholat maghrib terlebih dahulu. Semoga setelah sholat magrib, antrian sudah mendekat ke giliran kami.
Selepas sholat maghrib, kami kembali ke klinik dokter Ardian. Dan betul saja, beberapa menit menunggu, akhirnya nama ‘Dwi Yulianti’ pun terpanggil juga. Kami bergegas menuju ruang tempat pemeriksaan. Kami memasuki ruang pemeriksaan dengan rasa bercampur-campur. Ah, semoga hasil pemeriksaan kali ini baik-baik saja. Bayi kami semoga ada dalam kondisi terbaik.
“Selamat sore, bisa saya lihat dulu buku KIAnya?“. dokter Ardian mengawali pembicaraan (note : buku KIA adalah buku Kesehatan Ibu dan Anak).
Terlihat dokter Ardian membaca sekilas rekam data pemeriksaan dari kondisi janin dan ibunya di buku tersebut. Sambil menyerahkan buku KIA, beberapa kali istri saya melontarkan pertanyaan terkait kondisi kandungan yang sudah lewat HPL satu hari.
“Baiklah, mari kita lihat kondisi janinnya”. Dokter mempersilahkan istri saya naik ke tempat pemeriksaan USG. Dibantu dengan satu orang perawat, istri saya naik ke ranjang pemeriksaan. Saya yang masih duduk di kursi, cukup bisa memantau hasil USG dari monitor yang cukup besar yang terpampang di dinding.
Sambil menggerak-gerakkan alat ke perut istri saya, dokter menjelaskan kondisi janin. Terkait lingkar kepala, tulang belakang, detak jantung, semuanya berada dalam kondisi baik. Hingga akhirnya tampilan monitor mengarah ke gambar 4 dimensi. Meskipun agak goyang-goyang, disitu terlihat dengan cukup jelas wajah dari bayi kami. Raut muka dari bayi yang begitu kami rindukan. Terlihat tangannya beberapa kali bergerak-gerak menutupi sebagian wajah. Aduh dek.. kami merindukanmu!.
“Ini tampilan bagian atas dari bayi. Ini terlihat wajahnya bayi”. Dokter Ardian menunjukkan cursor USG ke bagian kepala bayi yang terlihat wajahnya. Dalam hati kami berseru gembira, tak sadar bahwa senyum kamipun telah tersungging.
“Namun, seharusnya kondisi bayinya tidak begini!”. Penjelasan dokter Ardian sekian detik kemudian membuyarkan rasa buncah bahagia di hati kami.
“Maksudnya bagaimana dokter?” kami melontarkan pertanyaan hampir serempak.
Dokter Ardian kemudian menjelaskan kondisi dari posisi bayi kami yang secara medis tidak normal. Kata dokter, seharusnya ketika masa kehamilan sudah memasuki pekan-pekan akhir, kepala bayi sudah berada di bawah dengan posisi wajah menghadap ke belakang, alias membelakangi alat USG. Sehingga pada pekan-pekan mendekati HPL, wajah bayi seharusnya sudah tidak tampak, yang tampak adalah bagian punggungnya. Dalam bahasa yang mudah dipahami, kondisi posisi bayi kami yang mengarah tidak normal (dalam bahasa jawa : bayi mlumah). Dalam dunia medis, posisi bayi seperti ini disebut dengan titik puncak. Ini juga yang menyebabkan bayi tak juga turun-turun sehingga kontraksi rutin yang diharapkan tak kunjung datang.
Belum genap penjelasan dokter mengatakan posisi bayi kami yang tidak normal, kembali dokter Ardian menjelaskan bagian lain yang membuat jantung kami semakin berdetak kencang. Dijelaskan bahwa kondisi ari-ari bayi pada beberapa bagian sudah mulai berwarna abu-abu (artinya ari-ari mulai mengalami pengapuran). Pada kondisi seperti ini, bayi harus segera dikeluarkan dengan jalan apapun, karena ditakutkan asupan nutrisi yang melewati ari-ari yang mengalami pengapuran akan membahayakan si janin. Sebenarnya proses pengapuran seperti ini terbilang normal pada pekan-pekan akhir kehamilan. Artinya memang bayi itu memiliki rentang masa tertentu di dalam perut ibunya, sebelum akhirnya ari-ari akan mengalami pengapuran sepenuhnya dan memberikan racun, bukan lagi nutrisi seperti pada kondisi sebelum pengapuran. Di banyak referensi, bagaimanapun bayi sebenarnya masih bisa bertahan di dalam rahim ibunya sampai umur kehamilan memasuki pekan ke 42.
Ada dua cara terkait dengan apa yang dialami oleh calon bayi kami. Pertama adalah dengan melakukan induksi (memaksa bayi keluar), atau dengan jalan operasi cesar. Pada saat itu, kami belum terbayang opsi mana yang akan kami pilih. Semua penjelasan dari dokter terasa begitu mengguncang perasaan kami. Di perjalanan pulang dari klinik, tak terasa beberapa butir air mata menetes di pipi saya membayangkan kondisi bayi yang sudah lama begitu kami rindukan. Ya Allah semoga dedek baik-baik saja.
Semua menjadi terasa diluar dugaan. Semula kami menganggap belum adanya kontraksi yang rutin disebabkan oleh hal-hal yang wajar. Banyak teman saya yang bayinya mengalami kelahiran pada H+2 dari HPL. Kondisi-kondisi seperti itulah yang selama ini kami bayangkan. Tak pernah terbayangkan bahwa akhirnya, posisi bayi kami tidak berada pada kondisi yang seharusnya.
Bersambung ... ke Part 2
Kepohrejo, Magetan 25 September 2012
Ditemani semilir angin desa memainkan ujung daun yang bergoyang-goyang di depan rumah.
yah..pke bersambung...hehe
BalasHapusjdi ikutan deg-degan juga menjelang kelhirannya mas..:)
iya memang sengaja dibuat bersambung. Karena jika dibuat dalam satu cerita, maka akan sangat panjang sekali.
HapusYura akan semakin deg-degan dengan cerita berikutnya. Ditunggu yah.
seru2, semoga dek Hanan jadi anak sholeha,..deg-degan jga ni menunggu kelahiran
BalasHapusaamiin ya robbal 'alamin
Hapusterima kasih ded.
wow .. dek Hanan cantik sekali
BalasHapusselamat ya Fin :)
terima kasih mbak ely :)
Hapusyah........kok bersambung seh!he...
BalasHapustapi sekarang udah lahir kan? selamet yah mas fifin?selamet menjadi ayah.....: )
iya mbak, soalnya ceritanya bakal panjang ^_^.
Hapusiya sudah lahir. Terima kasih :)
haduuuuhhh.. ikut deg deg an bacanyaaa... cepet di lanjut mas Fin. awas kalo gak *ngancem.
BalasHapushehehe...
he he. Tuh sudah dilanjut part 2 nya :)
Hapushadeuhhh bisa ngebayangin gimana rasanya
BalasHapushe he... begitulah pak.
Hapus