Cerita sebelumnya di : Episode Baru Kehidupan Saya, Lahirnya Dek Hanan #Part 1
#Hari H dek Hanan Lahir
Mentari pagi masih belum juga menampakkan sinarnya. Embun pagi menetes dari ujung daun jatuh berdebam ke tanah. Ah jadi ingat ada sebuah judul buku novel dari Tere Liye berjudul ‘Daun yang jatuh tak pernah membenci angin”. Tapi kisah saya dan istri kali ini, tak ada hubungannya dengan novel Tere Liye tersebut. Semilir angin pagi juga sukses mengigilkan tubuh. Melenakan orang-orang tetap tak beranjak dari tempat tidur untuk memulai aktifitas harian. Kicauan burung-burung khas pedesaan semakin menyemarakkan pagi ini. Ah, sungguh pagi yang sangat indah. Sayangnya keindahan itu semua tak bisa kami nikmati. Keindahan pagi ini menjadi tidak penting bagi kami. Bayang-bayang kondisi bayi kami dengan posisi tak normal, membuat perasaan kami menjadi tak menentu. Pagi-pagi sekali, kami memutuskan pergi ke bidan desa untuk berkonsultasi langkah apa yang seharuskan kami ambil menghadapi masalah ini. Jarak antara rumah kami dengan bidan desa tak terlalu jauh. Belum jua sebutir nasi masuk ke kerongkongan kami, motor sudah kami gelak melewati dinginnya pagi buta menuju ke rumah bidan desa. Kami hanya sedikit berharap, ada kabar yang baik dengan kondisi bayi kami.
Sampai di rumah bidan desa, antrian pasien masih sedikit. Hanya terlihat 1-2 orang saja. Hanya dengan menunggu beberapa menit saja, kami sudah bisa langsung bertemu dengan ibu bidan. Istri mulai menceritakan kondisi kehamilannnya yang tak juga mengalami kontraksi rutin. Juga tentang semua kondisi yang dipaparkan oleh dokter Ardian di malam sebelumnya. Percakapan berlangsung hangat. Bisa dibilang, ibu bidan ini memiliki hubungan yang cukup baik dengan keluarga kami. Sehingga pembicaraan berlangsung cukup santai dan terseling canda. Tapi sayangnya semua canda yang dimunculkan, tak juga bisa menghilangkan rasa khawatir di hati kami.
“Oh, itu namanya posisi titik puncak mbak!”, bu bidan menjelaskan istilah posisi bayi yang menghadap kedepan seperti disampaikan oleh dokter Ardian.
Jika mendengar penuturan ibu bidan, bisa dibilang posisi bayi seperti ini cukup berbahaya jika tetap nekat melakukan kelahiran secara normal. Secara pengalaman, bu bidan pernah membantu kelahiran 4 orang yang bayinya mengalami posisi titik puncak. Dan keempat-empatnya berhasil dilahirkan, namun terlebih dahulu melalui perjuangan yang super hebat. Sekali lagi perlu ditekankan, dengan perjuangan yang super hebat!. Pada kasus pertama, bayi berhasil dikeluarkan dalam kondisi tak bergerak. Awalnya dikira sudah meninggal. Bu bidan sangat kaget dan sport jantung. Dilakukan segala upaya, akhirnya bayi berhasil menangis. Belum lagi dengan penderitaan yang musti dialami ibunya. Subhanallah. Sangat-sangat hebat. Maka untuk bayi yang mahal seperti bayi kami (karena penantian kami akan datangnya bayi ini selama 3 tahun), bu bidan tidak mau mengambil resiko. Ini harus dioperasi cesar!. Begitulah kesimpulan dari konsultasi kami dengan bu bidan di pagi itu.
Sungguh semua ini jadi tak siap bagi mental istri. Selama ini dia selalu berharap dan berdoa, supaya bisa melakukan kelahiran secara normal. Namun ternyata Allah berkehendak lain. Rupanya bayi kami memilih melalui jalan operasi cesar.
“Udah jangan lama-lama mbak, segera bersiap ke rumah sakit untuk operasi. Ini saya buat surat rujukan”, bu bidan semangat mengarahkan.
Maka pagi itu. Di keindahan pagi yang sayang tak bisa kami nikmati itu, tidak ada pilihan lain bagi kami. Kami harus bersiap untuk pergi ke rumah sakit tempat yang direkomendasikan oleh bu bidan. Pada hari yang sama, kami akan segera melihat bayi kami. Tentu dengan resiko besar yang siap tidak siap harus kami hadapi apapun itu.
#Selasa, 18 September 2012. Pukul 08.00 WIB
Dengan persiapan mental seadanya, kami bersiap pergi ke rumah sakit Griya Husada di Madiun dengan operasi yang insyaAllah nanti akan dilakukan oleh dokter Ardian. Sebenarnya persiapan termasuk baju buat dedek, bundanya sama bapaknya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Sehingga praktis hanya persiapan mental saja yang kami lakukan. Setelah menghubungi orang tua dan menyiapkan mobil, akhirnya sekitar jam 8 kami berangkat menuju rumah sakit Griya Husada Madiun. Di sepanjang perjalanan saya melihat istri sudah mulai merasakan kontraksi yang cukup membuat dia terlihat kesakitan. Saya hanya bisa memegangi tangannya, mencoba meradiasikan semangat untuk tetap sabar dan berdzikir kepada Allah supaya semua dimudahkan.
Sekitar setengah jam kami sudah tiba di rumah sakit. Setelah melakukan registrasi dan beberapa administasi yang harus dilakukan, kami diberitahukan bahwa operasi dokter Ardian akan dilakukan mulai pukul 12.00 WIB. Sungguh sebuah penantian yang sangat lama bagi saya dan istri. Bagaimana tidak, dari pukul 09.00 sampai pukul 12.00, sehingga praktis kita harus menunggu sampai 3 jam lamanya dengan kondisi mental yang sedang naik turun. Tik…tik..tik.. detik jarum jam bergerak sangat-sangat lambat. Ingin rasanya waktu berjalan dengan cepatnya, sehingga segera tiba waktunya untuk operasi.
Beberapa kali istri curhat dengan kondisi yang dialaminya. Sungguh sedih rasanya. Berkali-kali saya menguatkan hati istri. Ya Allah berilah kekuatan dan kesabaran bagi istri saya. Beberapa kali saya harus mengusap air mata yang menetes di pipi istri. Memberikan kalimat-kalimat penguat, dimana pada saat yang sama hati saya sendiri sedang rapuh dan retak. Hingga akhirnya saat-saat yang ditunggu tiba juga. Saat-saat penentuan.
“Mbak, sudah saatnya operasi dilakukan. Sudah ditunggu di ruang operasi”, ujar seorang perawat yang mulai membuka lebar-lebar pintu ruang persiapan tempat istri dan saya menunggu.
Entah kenapa dada saya menjadi sesak. Istri terlihat menangis. Ibu saya datang dari luar ruangan langsung mencium pipi dan kening istri saya. Melihat pemandangan itu, akhirnya tangis sayapun pecah. Saya tak kuasa menahannya lagi. Sayapun mencium kening dan pipi istri mencoba memberikan kekuatan, yang sekali lagi pada saat yang sama saya sendiripun sedang lemah dan menangis. Dengan deru air mata yang terus mengalir di pipi, saya mengantar istri yang berbaring di atas ranjang dorong menuju ruang operasi. “Adek harus kuat, adek harus kuat!!” semangat saya kepada istri.
Bersambung ke Part 3
Kepohrejo, Magetan 26 September 2012
Ditemani oleh dek Hanan yang sedang tertidur pulas dengan wajah lucunya ^_^.
huaaa..jdi terbawa suasana Mas,jdi mata saya jdi brlinang2..
BalasHapussuatu saat,saya akan mengalami perjuangan sperti mbak dwi..
sebenarnya sakit yang dialami dek yuli itu tidak seberapa dibandingkan dengan orang yang melahirkan normal. Tapi memang resiko operasi cesar lebih besar daripada melahirkan normal.
Hapussubhanallah, saya baca dari part 1
BalasHapusngeri bayanginnya pak.....
tapi barakallah ya atas kelahiran dek Hanan (ikhwan ya?)
nama lengkapnya siapa pak?
namanya Hanan Naqiyya, perempuan. Artinya penyayang dan berhati jernih.
HapusMasss Fiiin,.. mata saya ikutan basahh nih bacanyaaaaa... :'(
BalasHapushe he. Mata saya basah, sudah hari selasa minggu yang lalu ^_^.
HapusSebenarnya, melahirkan cesar lebih sakit dari normal Fin. Jika normal cukup merasakan sakit saat kontrkasi melahirkan hingga bayi keluar. Tapi jika secar, ada 2 rasa sakit. Pertama, sakit saat kontraksi pasca melahirkan secar (pengecilan rahim) katanya sakitnya hampir sama seperti melahirkan normal (aku gak ngalami jeh). Kedua sakit pada jahitan. Ini sakit juga (kata istri jeh, aku gak ngrasakno).
BalasHapusSekarang bisa mbayangin, jika istri melahirkan tanpa ada suami disampingnya? Subhanallah...
entahlah, yang jelas untuk anak ke-2 dan seterusnya pengennya lahir normal saja he he.
HapusMengenai sakit yang mana, ndak tahu juga. soalnya istri hanya pengalaman melahirkan cesar, kalau normal belum pengalaman.
Huwaaa...terharuuu..mbak yuli dan mas fifin emang kereenn...
BalasHapusSemoga menjadi orang tua yang amanah :)
ditunggu kelanjutannya..
aamiin ris. Oke tunggu kisah berikutnya di part 3.
Hapusselamat datang di dunia dek hanan...
BalasHapusmakasih om bian biun :)
HapusAlhamdulillah fin telah lahir Hanan.., semoga jadi hanan jadi putri yang shalihah.. Ikut berbahagia karena sahabat, ini sudah punya momongan. Ditunggu edisi berikutnya
BalasHapusmakasih om Iput. aamiin doanya. Iya tunggu yah.. part 3 nya.
Hapussukur ketahuan sejak awal yah.
BalasHapusiya pak mul. Alhamdulillah sudah ketahuan sejak awal.
Hapusselamat Fin !!,
BalasHapusSemoga Hanan jadi anak yang sholehah, amin :)
aamiin. Terima kasih Om Edi. :)
Hapus