Cerita sebelumnya bisa dibaca pada bagian ini : Madinah bagian 5
Tak menunggu lama, pesananku ternyata sudah selesai. Kebab asli Arab berukuran jumbo siap disantap. Irisan dagingnya lumayan besar-besar. Ditambah campuran berbagai sayuran segar, taburan kentang goreng yang crispy, serta lembutnya tekstur mayonese dan saos tomat, menjadikan kebab ini semakin menggugah selera. Aku mengeluarkan uang 5 Reyal (setara dengan 17 ribu rupiah) sesuai dengan perjanjian awal. Harga kebab ini 5 reyal, cukup murah kurasa. Karena beberapa meter dari tempat kami menginap, ternyata ada es krim yang dijual seharga 10 reyal. Jadi sedikit banyak, kita bisa membandingkan harga. Sambil tersenyum, sang pemilik warung kebab menerima uang dariku dan sebagai gantinya, dia memberikan satu bungkus kebab yang menggoda itu. Ah, jadi tak sabar ingin mencicipi rasanya.
Aku mempercepat langkah, bergegas menuju lobi hotel, ingin segera mencoba bagaimana rasa kebab asli Arab ini. Apakah rasanya lebih lezat jika dibandingkan dengan kebab Babarafi (cita rasa lokal) yang terkenal di tanah air? Memasuki pintu utama hotel Al-Safwa, aku melihat ada kursi kosong di lobi hotel. Tanpa berpikir dua kali, aku langsung menuju kursi tersebut sebelum ditempati oleh orang lain. Aku membuka bungkus plastik kebab asli dari Arab ini. Irisan dagingnya memang besar dan empuk sekali. Campuran kentang gorengnya renyah di luar, lembut di dalam. Kalau versi detektif rasa, aku kasih skor 8.5 dari skala 10.
Aku bergegas menuju lantai 2 tempat kami menikmati sarapan. Perutku sudah sangat lapar, sepertinya perlu segera diganjal dengan menu yang spesial. Bersama dengan Nugraha, kami membincang tentang rencana kami untuk jalan-jalan ke pasar tradisional di dekat masjid Nabawi. Siapa tahu ada barang-barang yang bisa dijadikan oleh-oleh ke tanah air. Nugraha juga berencana untuk membeli kurma Ajwa (kurna Nabi) yang terkenal itu.
Selesai menikmati sarapan, saya dan Nugraha beranjak menuju lokasi pasar tradisional. Jaraknya tidak terlalu jauh dari hotel dan masjid Nabawi. Hanya dengan berjalan beberpa menit saja, kita sudah sampai di lokasi. Pasar tradisional di Madinah ini mirip sekali dengan pasar dadakan di Gasibu kota Bandung. Para penjual sangat aktif menjajakan dagangannya.
Kalau di Gasibu, Bandung kita biasa mendengar,
Kalau di Madinah sini, logatnya berbeda,
Banyak sekali orang dari Indonesia atau Malaysia yang belanja di pasar ini. Maka mereka yang berjualanpun sudah terbiasa dengan kosakata bahasa sederhana untuk menjajakan barang dagangan mereka ke orang-orang melayu.
Beraneka ragam barang dagangan dijual disini. Mulai dari baju, perhiasan, tasbih, gantungan kunci, kurma dan makanan. Sebenarnya aku ingin sekali belanja disini, namun mengingat kita belum melaksanakan ibadah umroh, jadi niat untuk berbelanja kita tunda dulu. Kita bisa membayangkan betapa repotnya nanti ketika membawa barang-barang belanjaan dalam perjalanan bus dari kota Madinah ke Mekkah dengan pakaian Ihrom.
Alhasil, di pasar tradisional ini, kita hanya melihat-melihat saja. Banyak barang-barang unik, aneka gantungan kunci yang menarik.
Besok adalah hari ke-3 kami berada di kota Madinah. Hari terakhir kita berada di kota suci ini. Agenda besok adalah berkunjung ke masjid Quba (masjid pertama yang dibangun oleh Nabi), ke bukit Rumat dan berkunjung ke jabal magnet. Dan selepas dhuhur kita akan berangkat menuju Mekkah. Maka malam ini aku, mas Roy dan Advin berencana jalan-jalan menikmati malam terakhir di kota Madinah sebelum besoknya kita menuju ke kota Mekkah. Dan di malam ini, akan ada tragedi es krim 10 reyal!.
To be Continued...
Sore, 6 Maret 2017
Sore itu aku berada di depan warung kebab di dekat Hotel Al-Safwa (tempat aku menginap). Sambil menunggu pesanan kebabku, aku memandangi sang koki yang cukup energik menyiapkan pesanan. Tangannya cekatan membuat racikan. Aku hanya bisa berdiri terpaku sambil melihatnya dengan seksama. Sekilas, penampilannya layaknya seorang chef hebat. Dengan peci putih di kepala, balutan baju putih yang senantiasa tampak bersih. Ia juga terlihat cukup higienis, tangan kirinya tampak terbungus plastik. Sedang tangan kanannya terlihat lihai memainkan pisau. Ah, aku jadi teringat dengan acara Chef Table di NET TV yang dibawakan oleh Chef Candra. Namun, tampilan celana jeans yang agak kumal, langsung membuyarkan hayalan bodohku.Tak menunggu lama, pesananku ternyata sudah selesai. Kebab asli Arab berukuran jumbo siap disantap. Irisan dagingnya lumayan besar-besar. Ditambah campuran berbagai sayuran segar, taburan kentang goreng yang crispy, serta lembutnya tekstur mayonese dan saos tomat, menjadikan kebab ini semakin menggugah selera. Aku mengeluarkan uang 5 Reyal (setara dengan 17 ribu rupiah) sesuai dengan perjanjian awal. Harga kebab ini 5 reyal, cukup murah kurasa. Karena beberapa meter dari tempat kami menginap, ternyata ada es krim yang dijual seharga 10 reyal. Jadi sedikit banyak, kita bisa membandingkan harga. Sambil tersenyum, sang pemilik warung kebab menerima uang dariku dan sebagai gantinya, dia memberikan satu bungkus kebab yang menggoda itu. Ah, jadi tak sabar ingin mencicipi rasanya.
Aku mempercepat langkah, bergegas menuju lobi hotel, ingin segera mencoba bagaimana rasa kebab asli Arab ini. Apakah rasanya lebih lezat jika dibandingkan dengan kebab Babarafi (cita rasa lokal) yang terkenal di tanah air? Memasuki pintu utama hotel Al-Safwa, aku melihat ada kursi kosong di lobi hotel. Tanpa berpikir dua kali, aku langsung menuju kursi tersebut sebelum ditempati oleh orang lain. Aku membuka bungkus plastik kebab asli dari Arab ini. Irisan dagingnya memang besar dan empuk sekali. Campuran kentang gorengnya renyah di luar, lembut di dalam. Kalau versi detektif rasa, aku kasih skor 8.5 dari skala 10.
Pasar Tradisional Madinah
Hari kedua di kota suci Madinah. Ah, rasanya waktu berjalan begitu cepat. Kita hanya diberikan waktu 3 hari saja disini. Harus benar-benar dimanfaatkan waktunya, agar perjalanan kali ini benar-benar memberikan kesan yang mendalam. Di hari kedua ini, selain menghabiskan banyak waktu di masjid Nawabi, kita akan mencoba jalan-jalan berkeliling ke tempat-tempat menarik di dekat hotel Al-Safwa. Seperti pasar tradisional yang berada tak jauh dari masjid Nabawi. Atau mencoba berjalan-jalan di depan pintu utama masjid Nabawi yang banyak berkeliaran burung merpati yang indah. Ah, sepertinya kali ini akan menjadi jalan-jalan yang menyenangkan.Aku bergegas menuju lantai 2 tempat kami menikmati sarapan. Perutku sudah sangat lapar, sepertinya perlu segera diganjal dengan menu yang spesial. Bersama dengan Nugraha, kami membincang tentang rencana kami untuk jalan-jalan ke pasar tradisional di dekat masjid Nabawi. Siapa tahu ada barang-barang yang bisa dijadikan oleh-oleh ke tanah air. Nugraha juga berencana untuk membeli kurma Ajwa (kurna Nabi) yang terkenal itu.
Selesai menikmati sarapan, saya dan Nugraha beranjak menuju lokasi pasar tradisional. Jaraknya tidak terlalu jauh dari hotel dan masjid Nabawi. Hanya dengan berjalan beberpa menit saja, kita sudah sampai di lokasi. Pasar tradisional di Madinah ini mirip sekali dengan pasar dadakan di Gasibu kota Bandung. Para penjual sangat aktif menjajakan dagangannya.
Kalau di Gasibu, Bandung kita biasa mendengar,
"Boleh..boleh belanja..boleh".
Kalau di Madinah sini, logatnya berbeda,
"Halal..halal.. silahkan! ^_^".
Banyak sekali orang dari Indonesia atau Malaysia yang belanja di pasar ini. Maka mereka yang berjualanpun sudah terbiasa dengan kosakata bahasa sederhana untuk menjajakan barang dagangan mereka ke orang-orang melayu.
Beraneka ragam barang dagangan dijual disini. Mulai dari baju, perhiasan, tasbih, gantungan kunci, kurma dan makanan. Sebenarnya aku ingin sekali belanja disini, namun mengingat kita belum melaksanakan ibadah umroh, jadi niat untuk berbelanja kita tunda dulu. Kita bisa membayangkan betapa repotnya nanti ketika membawa barang-barang belanjaan dalam perjalanan bus dari kota Madinah ke Mekkah dengan pakaian Ihrom.
Alhasil, di pasar tradisional ini, kita hanya melihat-melihat saja. Banyak barang-barang unik, aneka gantungan kunci yang menarik.
Es Krim 10 Reyal
Puas berjalan-jalan ke pasar tradisional kita menyempatkan berjalan-jalan mengitari lokasi masjid Nabawi. Awalnya, kita sungguh meremehkan, ternyata masjid Nabaw0i itu luas sekali. Akhirnya kami hanya berjalan di beberapa bagiannya saja. Kaki sudah tak kuat diajak berjalan lagi, kita sejenak istirahat dibawah payung besar di pelataran masjid Nabawi sebelah utara. Setelah puas melihat-lihat dan menikmati suasana, kita kembali ke hotel, menunggu waktu dhuhur tiba.Besok adalah hari ke-3 kami berada di kota Madinah. Hari terakhir kita berada di kota suci ini. Agenda besok adalah berkunjung ke masjid Quba (masjid pertama yang dibangun oleh Nabi), ke bukit Rumat dan berkunjung ke jabal magnet. Dan selepas dhuhur kita akan berangkat menuju Mekkah. Maka malam ini aku, mas Roy dan Advin berencana jalan-jalan menikmati malam terakhir di kota Madinah sebelum besoknya kita menuju ke kota Mekkah. Dan di malam ini, akan ada tragedi es krim 10 reyal!.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya ya sobat blogger. Terima kasih juga sudah menggunakan kalimat yang sopan serta tidak mengandung unsur SARA dan pornografi. Komentar yang tidak sesuai, mohon maaf akan dihapus tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Btw, tunggu kunjungan saya di blog anda yah.. salam blogger