Cerita sebelumnya di
Jalan-jalan ke Jepang Musim Dingin : Part 1
***
Selepas keluar dari Ueno Station, udara dingin langsung menyergap masuk ke dalam pori-pori tubuh. Meski sudah memakai jaket ganda, tetap saja kulitku menggigil merasai dingin. Kalau dilihat dari informasi di internet, suhu udara saat ini sekitar 5 derajat celcius. Tidak seperti diriku yang baru pertama kali datang ke Jepang, mas Febry sudah ke sekian kalinya datang ke negeri ini. Jadi baginya, perjalanan kali ini tidaklah terlalu istimewa. Ia sudah pernah tinggal 5 tahun lamanya disini untuk menempuh studi S2 dan S3-nya, jadi kelihatannya hal ini sudah biasa baginya.
Sambil terus berjalan mengikuti mas Febry, aku tak berhenti terpesona (kalau tidak mau disebut
nggumun) dengan suasana sekitar stasiun Ueno. Sepanjang kaki melangkah, aku seperti orang kebingungan, tengok kanan tengok kiri, seolah tak ingin melewatkan segala penjuru pemandangan yang tak biasa ini. Dan memang benar adanya, ini pertama kalinya aku pergi ke salah satu negeri yang aku impikan.
|
Sesaat keluar dari Ueno Station, Tokyo |
|
Potret kondisi jalanan di Jepang dari atas jembatan |
Sebelum pergi ke hotel tempat kami akan bermalam selama seminggu, kami terlebih dahulu pergi ke kantor pos. Ada paket yang harus dikirim oleh mas Febry untuk diberikan ke seorang temannya yang sedang menjalani studi di Jepang. Satu kardus besar berisi oleh-oleh dari Indonesia.
|
Kantor Pos di Jepang |
Lima tahun menempuh studi di Jepang membuat mas Febry sudah cukup terbiasa berkomunikasi dengan orang lokal. Proses mengirim paket melalui kantor pos pun berjalan lancar. Sambil menunggu, aku duduk di kursi memandangi orang-orang yang sedang mengirim paket. Mereka terlihat bercakap-cakap menggunakan bahasa lokal, aku hanya memperhatikan, menikmati saja pemandangan yang tak biasa ini.
Setelah selesai dengan urusan di kantor pos, kamipun bergegas menuju hotel. Dengan bantuan aplikasi google maps, kami berhasil menemukan hotel yang kami cari. Hotel Marutani, begitulah namanya. Sebelumnya, kami sudah mem-bookingnya lewat aplikasi Traveloka.
Agenda Hari Pertama : ke Machida
Karena proses check-in dimulai pukul 12.00, maka kami tak bisa langsung masuk ke kamar hotel. Kami hanya bisa menaruh koper saja. Kondisi udara sangat dingin, jadi tak masalah tidak sempat mandi pagi ini, toh kami juga tidak keringetan. Cukup dengan sikat gigi dan cuci muka, kami bersiap dengan agenda hari ini.
Jadi kali ini kami akan berkunjung ke sebuah perusahaan yang berlokasi di daerah Machida. Untuk bisa kesana, kami menggunakan kereta KRL yang berangkat dari stasiun Okachimachi dan nanti turun di stasiun Tamasakai. Di dalam kereta ini kami bertemu dengan salah seorang rekan kami berkewarganegaraan Jepang yang bekerja di perusahaan kami di Indonesia. Namanya Emoto, kami biasa memanggilnya Emoto-san. Hampir 2 tahun ini, ia menjadi salah satu konsultan direksi kami. Iapun ikut dalam bisnis trip kali ini, meski kami berangkat dengan jadwal yang berbeda.
|
Kami berada persis berada di belakang kabin masinis |
Yang menarik dari perjalanan kereta kali ini adalah masinisnya yang seorang perempuan. Tentu saja hal ini jarang sekali kami temui di Indonesia. Perhatikan foto di bawah ini.
|
Masinisnya seorang perempuan |
Kami turun di stasiun Tamasakai. Berbeda dengan situasi di stasiun Okachimachi yang selalu sibuk dan ramai, di stasiun Tamasakai kondisinya sangat sepi. Ah, jadi ingat dengan
stasiun Ngrombo di Grobogan Jawa Tengah.
|
Stasiun Tamasakai |
Setelah beberapa saat keluar dari stasiun, 2 orang dengan perawakan Jepang tampak keluar dari mobil. Mereka terlihat tersenyum dan menghampiri Emoto-san. Ternyata mereka adalah perwakilan dari perusahaan yang akan kami kunjungi. Mereka bertugas menjemput kami. Kami diminta masuk ke dalam mobil, dan dalam beberapa menit kami sudah sampai di lokasi yang dituju.
|
Karena malu, mukanya ditutup ya |
Sekitar 2 jam kami melakukan kunjungan ke perusahaan di Machida ini, hingga tak terasa waktu sudah hampir sore. Kamipun menyudahi kunjungan. Saatnya kembali ke Tokyo. Kali ini kami memilih berjalan kaki dari lokasi menuju ke stasiun Tamasakai. Jaraknya tidak terlalu jauh sih, namun udara di sore hari itu benar-benar dingin. Apalagi pas kalau angin berhembus cukup kencang. Brrrrrr.....r. Dingin banget.
Setelah berjalan sekitar 15 menit, kami sampai di stasiun Tamasakai. Perjalanan dilanjut dengan menggunakan kereta KRL menuju stasiun Okachimachi, Tokyo.
Mencari Makan Malam
Salah satu tantangan bagi seorang muslim di negara mayoritas non muslim adalah soal makanan halal. Tak banyak warung atau restoran yang menyediakan makanan halal disini, meskipun Jepang adalah salah satu negara yang cukup ramah terhadap muslim. Sebenarnya bisa aja sih kami mencari-cari di internet lokasi restoran halal di Tokyo, namun biasanya harganya lebih mahal dan lokasinya yang mungkin jauh dari hotel kami.
Setibanya di Okachimachi station, kami mampir di daerah yang banyak menjual makanan. Banyak sekali jenis makanan yang dijual, namun kami harus berhati-hati karena susah mencari logo halal di warung-warung yang berjejer rapi di sepanjang jalan. Cara paling aman adalah mencari sea food atau sushi. Akhirnya kami masuk ke salah satu warung yang menjual sushi. Mas Febry memesan sushi, sedangkan aku memilih nasi sea food. Aku lupa harganya, mungkin sekitar 80 ribuan. Harga makanan di Tokyo bisa dibilang lumayan mahal. Sekali makan, rata-rata antara 60-150 ribu rupiah tergantung semewah apa menunya.
|
Nasi sea food pesananku |
Cerita di hari pertama ini aku hentikan pada kisah nasi sea food yang lebih mirip nasi goreng.
To be continued ...
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya ya sobat blogger. Terima kasih juga sudah menggunakan kalimat yang sopan serta tidak mengandung unsur SARA dan pornografi. Komentar yang tidak sesuai, mohon maaf akan dihapus tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Btw, tunggu kunjungan saya di blog anda yah.. salam blogger