Assalaamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh,
Suatu ketika ada seorang sahabat fillah saya dari Surabaya yang kebetulan hendak berkunjung ke Bandung dengan keperluan tertentu. Karena dia tidak cukup tahu dengan daerah yang akan dia kunjungi, terkirimlah pesan singkat kepada saya menanyakan lokasi itu. Sejenak kemudian hape saya berdering tanda pesan singkat tadi baru saja masuk. Setelah mengamati beberapa deretan kalimat dalam pesan singkatnya.. Alhamdulillah ternyata lokasi yang dimaksud masih masuk ke dalam range pengetahuan saya. “InsyaAllah saya akan ke Bandung dalam beberapa hari kedepan” begitulah kira-kira tambahan penjelasan sahabat saya itu dalam deretan pesan singkatnya yang terpampang dalam layar kecil hape saya. “Oke baiklah nanti kalau sudah sampai di Bandung hubungi saya lagi ya, insyaallah akan saya sempatkan untuk bersilaturahim”.
Seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya, beberapa hari kemudian sahabat saya itu mengirimkan informasi bahwa dia sudah berada di Bandung. Sudah lama memang saya tidak bertemu dengan dia. Tercatat kira-kira saya sudah 2 tahun lebih tidak bertemu dengan dia. Seperti apa yang dia sekarang?. Hemm.. imajinasi saya pun beraksi liar. Ah mungkin dia sekarang sudah lebih rapi. “Rapi”??. Apa memang dia sebelumnya tidak rapi?. Eit..tunggu dulu. Bukan.. bukan itu maksud saya. Jadi ceritanya terakhir bertemu, saya dan dia masih kuliah ataupun setelah lulus juga masih dalam masa tunggu untuk bekerja atau mungkin bahkan ada rencana akan melanjutkan pendidikan. Tapi sekarang dia sudah bekerja di sebuah institusi yang sangat bonafit. Secara penampilan pasti dia sudah berubah. Sudah terbiasa memakai jas dan dasi. Mungkin., begitulah pikirku.
Ba'da sholat isya setelah pulang dari kantor, saya menyempatkan diri untuk berkunjung di tempatnya menginap. Pertama kali bertemu segera kujabat tangannya erat dan Hei..lihatlah subhanallah...tiada yang berubah. Dengan baju gamis dan peci putih dia menyambutku dipintu gerbang rumah tempat dia menginap. Dia masih sangat sederhana, sama seperti dulu. Malah dia yang pertama bilang “Antum berubah akh, wajah antum tambah putih..”. He he...bisa saja.
Cukup lama saya berbincang-bincang dengan dia. Membincang tentang pekerjaan, keluarga, dan pasti mengenang dan menertawakan kejadian masa lalu sewaktu masa-masa 'perjuangan' yang sulit itu kita lalui bersama. “Gimana kabar istri?”, dia mulai mengarah ke masalah yang sedikit serius setelah beberapa saat lalu yang ada cuma bercanda saja. “Alhamdulillah..istri bi khoir”. “Pasti berat banget yah kondisi masih berjauhan seperti ini?”. Saya tidak menjawab dan hanya tersenyum saja. Pada akhirnya dia pun diam juga.. ikut tersenyum, sepertinya mengerti jawaban dari raut wajah saya.
“Bandung sini sangat berbeda yah dengan Surabaya!?”, sambung dia.
“Berbeda bagaimana mas? Yah jelas berbeda disini kan lebih dingin”, jawab saya penasaran.
“Bukan.. bukan itu.. lah antum tidak melihat??”.
“Hemmm..”, saya pun masih bingung dengan arah pembicaraannya. Meski tidak terlalu aneh sih karena memang sudah menjadi kebiasaannya membincang sesuatu yang tidak pernah 'to the point'.
“Kalau malam tidak pernah keluar ya akh?”, tanya dia kemudian.
“Ya pernah lah, kan kalau pulang kerja sering setelah waktu isya begini”.
“Ya sudah.. yang penting hati-hati saja ya!, selalu ingat istri di rumah he he..”, sambil tersenyum simpul akhirnya malah dia yang mengakhiri perbincangan masalah ini.
Hemm.. dengan menerka-nerka arah akhir perbincangan ini saya pun sambil tersenyum juga dan menjawab : “Iya mas insyaallah, jazakallah khoir”.
Memang tidak bisa dipungkiri secara keadaan dan suasana, di Surabaya jauh lebih 'kondusif' daripada di Bandung. Tapi bukan berarti kita terus menjadi paranoid dengan lingkungan baru yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Ketika datang suatu cobaan yang besar, kemudian kita mampu untuk menjaga diri dari hal-hal yang negatif, saya yakin insyaAllah akan disediakan pahala yang lebih besar oleh Allah karenanya. Kuncinya adalah godhul bashar (menjaga pandangan), menjaga diri dan hati, ..bismillah #introspeksi diri
# Ditulis di Bandung, 17 April 2011. Sebuah nasihat dari seorang kawan dengan sedikit digubah sana sini, tapi masih mencoba mempertahankan inti cerita.
Wassalaamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh,
Cerita ente adalah sesuatu yang sering jadi bahan diskusi ane dan suami. Apalagi tempat tinggal ane tak jauh beda kondisinya dengan tempat antum stay. Kata suami ane " Manusia itu akan diuji pada titik terlemahnya. Jika titik lemahnya wanita, maka dia akan diuji dengan hal tersebut."
BalasHapushemm nyonya singgih siapa ya?
BalasHapusbiar ane tebak... biasanya yang suka ganti ganti username itu dari novita --> ummahat jogja --> umine ifah --> nyonya singgih.
bener ndak? he he..
saya belum pernah tinggal "lama" di jogja sih..(paling beberapa kali berwisata disana waktu SMU dulu).
Tapi menurut beberapa penelitian di jogja yang saya baca di beberapa media, menunjukkan 95% siswa SMU disana sudah tidak gadis lagi ya?..
Sedang kalau di Bandung sudah menjadi rahasia umum.. klo di jalan ya harus pandai pandai menjaga mata.. ^_^
he...he bener pak. ya walaupun ndak tinggal di pusat kota jogja tapi apa yang menjadi inti dari perkataan temen antum tu perlu menjadi perhatian lebih khususnya bagi ikhwan, baik yang sudah menikah ataupun belum. So, bagi yang belum menikah, bersegeralah. Dan bagi yang sudah menikah, kuatkanlah.^_^
BalasHapus