Selepas menembakkan peluru lempung ke arah Bubut hitam itu, kami terus berusaha mengejar kemana burung itu menjauh. Sesekali kami harus memperhatikan jalan yang kami lewati karena mungkin banyak ranjau duri yang bisa menghentikan perburuan ini. Sebenarnya suasana cukup panas dengan terik matahari yang menyengat. Namun kami beruntung beraktifitas dibawah pohon-pohon rindang di sepanjang belantaran sungai.
Tiba-tiba saja.. "Kwak....kwak...kwak.."
"Itu dia disana!", Andrik mengarahkan telunjuknya ke rimbun bambu di belakang rumah Mak To. Tanpa pikir panjang kami langsung melangkahkan kaki ke tempat yang dimaksud. Burung Bubut hitam mulai terlihat penampakannya. Kali ini berada di semak-semak pohon bambu yang kalau posisi berdiri kita tidak tepat maka susah sekali melihatnya.
wusss... wusss kembali kami beraksi dengan peluru lempung kami yang hampir habis. Rupanya perburuan Bubut ini lebih sulit dibandingkan dengan apa yang kami kira. Sudah lebih dari satu jam hanya peluh yang membahasahi badan kami. Hasilnya sudah bisa ditebak, nol besar. Yah hasil yang tidak berbeda seperti hari-hari perburuan sebelumnya.
Setelah persediaan peluru lempung kami yang tinggal sedikit, kami memutuskan untuk menyerah dan kembali pulang ke dusun. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan Si Joko --nama sengaja disamarkan-- (teman bermain dan juga pemburu burung). Setelah terlibat perbincangan yang tidak serius, Joko memutuskan untuk bergabung dengan rombongan kami.
Beberapa saat kemudian, kami melewati belakang rumah Pak Midun. Di belakang rumah pak Midun memang banyak ditemui pohon besar dan semak belukar. Maklum pemandangan seperti ini bisa didapatkan di kebanyakan rumah di kampung kami. Entah setan mana yang merasuki otak di Joko tiba-tiba berkata :
"Eh ini ada ayam, gimana kalau kita bawa pulang", si Joko sudah menarik karet ketapel ancang-ancang siap melesakkan tembakan lempungnya.
Belum sempat kami berkata untuk mencegah kelakuan si Joko, wusss.... wusss... ptaakk... petookk..ptoookkk.... Ayam malang itupun langsung berkokok keras terkena peluru lempung dan langsung nyungsep. Kepala ayam itu langsung mutar-mutar di gundungan damen yang masih basah. --Damen adalah ranting dari tanaman padi, para petani dikampung kami mengumpulan damen untuk makanan sapi--. Aku yang berdiri tidak jauh dari situ sejenak terdiam bingung..panik.. bercampur menjadi satu.
**cerita akan dilanjutkan ke postingan berikutnya
hwii.. kasian ayamnya.
BalasHapuskenapa pake di tembak?? kenapa gak langsung di tangkep aja terus di sembelih??
*ini ide ngasal*
@armae : itu dia mbak... harusnya langsung ditangkep trus di sate... #halah_malah_tambah_ngawur..
BalasHapusaduh, kok saya ngeri ya
BalasHapussaya paling g kuat lihat hwan2 yg disembelih ato apalah namanya. hehe
wah, ayam orang itu....
BalasHapusawas dimarahin sama Pak Midun
Wah, malang sekali nasibmu, yam... Hehe. Salam kenal. :)
BalasHapus@catatannyasulung : he he... lha itu di cerpennya si sulung malah ada cerita penusukan ^_^
BalasHapus@puchsukahujan : nah itu dia mbak... trus panik deh...
tunggu cerita selanjutnya yah..
@Charles : salam kenal juga
Peluru lempung ini yang membuat menarik, klo cewek paling ya mainan lempung untuk di bentuk macam2.
BalasHapus@ririsnovie : yup untuk anak cewek, lempung bisa dibentuk menjadi boneka-bonekaan trus dijual #halah.
BalasHapusklo dulu saya buat gasing dari lempung. jadi dibentuk kayak bola terus ditusuk pakai lidi/bambu kecil. setelah tahan lama diputernya, berarti makain bagus lempungnya. Fin, wah kowe tegel yo mbalangi pitik2 gak bersalah...ckckck
BalasHapusyen wis dibentuk terus digawa muleh. disaki nang saku klambi.
@iput : wah buat gasing ya? hemm klo dulu aku buat mobil mobilan dari lempung. Kemudian untuk membuat rodanya dipasangi sampu lidi untuk menggabungkan 2 rodanya. trus ditarik pake benang.
BalasHapuskadang bisa juga menggunakan buah jeruk kepok (jeruk yang besar)..
*wah sing mbalangi pitik dudu aku put, tapi si joko wkwkwk... tunggu postingan catatan bolang berikutnya yah..