Sudah tiga hari ini saya berada di kota kelahiran di Magetan. Dan berita sedihnya, kemarin sore saya dikejutkan dengan berita meninggalnya dua orang tenggelam di sungai kampung kami. Saya memang tidak melihat secara langsung ke tempat kejadian, namun dari kabar yang beredar, ada sekitar enam anak yang bermain dan berenang di sungai itu. Dua diantaranya meninggal karena tidak bisa berenang karena terjerembab di antara karang bebatuan yang menghalagi dia naik ke permukaan air.
Tak kurang dari tiga hari ini, sudah dua kabar orang tewas akibat tenggelam mengiang di telinga saya. Berita pertama yaitu hari sabtu kemarin, sesaat selepas tiba dari perjalanan panjang menggunakan kereta dari Bandung-Madiun dan sejenak mampir ke warung nasi pecel di pinggir jalan untuk sarapan, di tempat tersebut ada seorang ibu bercerita mengenai tewasnya seorang siswa di kolam renang akibat tidak bisa berenang. Sedangkan kabar kedua adalah kejadian kemarin sore. Sungguh tragis memang, namun begitulah takdir. Ketika malaikat Allah sudah bertugas mencatatkan nama orang-orang yang akan dicabut nyawanya, maka tidak ada satupun kekuatan lain yang mampu menghentikannya kecuali Allah sendiri.
Saya tidak akan membahas kejadian apalagi iseng menggunakan analisa detektif Conan/Kindaichi menganalisa kematian tragis ini. Ya tentu karena saya tidak memiliki hak dan kapasitas itu, maka saya hanya akan sedikit bercerita mengenang kejadian yang hampir serupa puluhan tahun silam. Sebuah kejadian yang tak akan terlupakan karena hampir merenggut nyawa saya satu-satunya.
Cerita Saat Hampir Tenggelam
Awal Cerita
Ketika itu saya masih berusia belia, masih duduk di bangku SD. Seperti biasa ketika pulang sekolah, saya dan beberapa teman biasanya pergi keluar untuk bermain. Ya main apa saja. Namun, saat itu sedang musim berenang di sungai. Kondisi sungai ketika itu masih sangat murni dan jernih, tidak ada penambang pasir yang kini membuat dasar sungai menjadi lebih dalam dan teksturnya sudah tidak alami lagi. Kembali ke cerita, saat itu saya pergi ke rumah sepupu untuk mengajaknya berenang - lumban.
*lumban dalam bahasa jawa adalah bermain dan berenang di sungai. Ternyata di rumah sepupu sudah ada satu teman lagi yang siap diajak bermain. Tanpa banyak ba..bi..bu.. saya pun mengajak mereka berenang di sungai. Mereka malah mengangguk antusias. Kami bertigapun segera meluncur ke sungai.
Jarak antara rumah sepupu dengan sungai terbilang cukup dekat. Hanya dengan berjalan sekitar 3 menit dengan melewati satu dua rumah saja sudah sampai di bibir sungai. Beberapa kali kami sempat berpapasan dengan beberapa orang yang baru saja beraktifitas di sungai. Saat itu sungai memang menjadi tempat yang cukup vital di kampung kami, khususnya bagi mereka yang berada tak jauh dari belantaran sungai. Pada saat itu sungai umumnya digunakan untuk aktifitas MCK ataupun untuk menanam sayuran kangkung. Beberapa peternak sapi dan kerbau juga sering memandikan peliharaan mereka di sungai. Pemandaangan yang nyaris tak bisa dijumpai saat ini.
Sesampainya di sungai, sudah terdengar banyak teriakan anak-anak yang tidak asing bagi kami. Mereka sedang asik lumban. Berteriak mencipratkan air ke teman, kemudian setelah itu menghilangkan diri memasukkan badan sempurna ke dalam air untuk menghilangkan jejak. Sesaat kemudian ia pun muncul kembali dengan jarak yang cukup jauh dari lokasi sebelumnya. Sebuah teknik berenang yang sempurna. Memang saat itu banyak anak-anak seumuran saya yang jago berenang.
Kami yang masih berada di pinggir sungai semakin tidak sabaran untuk segera melepas seluruh baju kami. Eit... Seluruh??.. iya benar, seluruh baju dilepas tanpa mengenakan apapun lagi. Ya tidak apa-apa donk.. kan anak kecil. Dan byurrrr.... badan kami langsung saja nyemplung di sungai di lokasi yang tidak terlalu dalam.
Fakta, Saya tak Bisa Berenang
Di tepi sungai tempat baru saja kami loncat memang memiliki tekstur agak tinggi dibandingkan permukaan air sungai. Kira-kira setinggi satu meter. Dengan ketinggian segitu kami bisa melakukan koprol depan dan belakang sebelum akhirnya badan kami menyentuh permukaan air. Hemm.. lumban memang sungguh kegiatan yang mengasyikkan. Saking asyiknya kadang kami sampai lupa waktu. Kami bisa menghabiskan waktu 2-3 jam di sungai ini. Dan biasanya kalau sudah selesai berenang dan perut kami lapar, kami akan mencari tebu di kebun tebu di sebelah bibir sungai bagian seberang. Tentu tanpa permisi terlebih dulu. Wah asli bakat maling semua, jangan ditiru yah..
Karena menyadari bahwa saya tidak begitu pandai berenang, saya memilih melakukan aktifitas di bagian yang agak dangkal. Kira-kira permukaan air setinggi mulut saya dengan kaki yang sudah menginjak dasar sungai. Berusaha sebisa mungkin menghindari daerah di luar kemampuan saya. Namun entah apa yang dibicarakan oleh salah satu teman saya sehingga banyak anak yang tertarik untuk melihat ke arah tampat yang dibicarakan. Saya yang juga penasaran berusaha menggeser tempat saya berdiri ke tempat yang agak enak untuk melihat. Namun naas bagi saya, ternyata saya salah menjejakkan kaki dan ditambah terbawa arus sungai (yang sebenarnya cukup pelan) ke daerah yang dalam.
Biasanya jika saya tidak sengaja terbawa ke daerah yang dalam, maka saya akan melakukan trik berenang gaya punggung yang insyaAllah sudah saya kuasai. Namun entah kenapa itu tidak saya lakukan. Saya terlanjur panik, tidak bisa berpikir jernih. Beberapa detik saya berusaha menjejakkan kaki dan mengayunkan tangan untuk membuat badan saya naik ke atas. Namun usaha saya sia-sia. Saya terus terperosok ke dalam dan banyak sekali meminum air. Ketika sekian detik kemudian seluruh badan saya murni hilang dari permukaan air, saya merasa ini akhir hidup saya. Tak ada orang yang menolong saya. Saya tidak bisa bernafas normal dan sekali lagi banyak meminum air.
Saya masih ingat ketika itu saya masih bisa mendengar sepupu saya berteriak,
"Heiii... mana dek fifin??!!", terdengar dari teriakan sepupu saya, dia panik.
"Eh.. fifin klelep...fifin klelep... cari..!! cari....!!", terdengar juga yang lain berteriak histeris. *Klelep artinya tenggelam.
Sadar setengah sadar detik berikutnya sepertinya ada yang menyeret tubuh saya dengan sigap. Wahyu, anak yang jago berenang itu akhirnya menolong saya. Beberapa detik kemudian saya dipapah ke bibir sungai, memuntahkan banyak air.
Tidak Pernah Kapok
Kejadian yang tak terlupakan ini tidak pernah saya ceritakan kepada keluarga saya. Apalagi kalau bukan alasan supaya tidak dilarang main di sungai lagi. Dan hari-hari berikutnya saya kembali riang bermain di sungai seakan sudah terlupa dengan kejadian kemarin. Bagiku kejadian kemarin membuatku belajar dan banyak belajar untuk sigap mensiasati kejadian yang mungkin lebih berbahaya. Karena saya adalah si bolang.
sama persis dgn jaman kecil sy, suka main di sungai berjam2 sampe lupa waktu. dari kejar2an, maen bola, petak kumpet, lama2an nyilem (tahan nafas dlm air), nyari makan di kebun. wah, pokoknya byk maenan yg bisa dilakuin di kompleks sungai.
BalasHapusjadi rindu masa2 itu, hiks hiks :(
Wah kamu waktu kecil mbandel banget ya. Tapi apa gak dimarahi ibu/bapak fin kamu renang di kolam. Kalau orang tua di desa biasanya memang lebih membebaskan anaknya bermain apa aja. Tapi kalau orang tua sekarang, mereka lebih protektif dan menjaga pergaulan. Waktu main anak mereka bener2 diawasi.
BalasHapus@ nur ahmadi : yup masa kecil yang penuh dengan petualangan, tidak akan terlupa sampe sekarang. bener bener rasanya ndak ada habisnya tuh permainan. bosen yang ini ganti yang itu.
BalasHapus@iput : ya begitulah put. jaman dulu apalagi di desa anak memang terkesan diumbar, tapi malah menurutku menjadikan anak tidak manja dan kreatif
tuh kan.. saiia gag bisa berenang nii.. jadi gmn gitu :(
BalasHapus@genial : wah ndak bisa berenang yah? berarti mainnya di sungai yang dangkal aja ;-)
BalasHapuskejadian yang hampir dengan saya waktu kecil, kadang pernah juga cepet2an renang sampai batas finish yg sudah di tentukan. Biasanya finish itu di jembatan hehe... Kalo tenggelam mungkin pernah tapi di balong kalo bahasa sederhananya lbh mirip2 apa ya :D smpe skrg blm ketemu bahasa indonesianya apa.
BalasHapus@Yayack Faqih : wah dulu saya pernah juga main di bendungan di bawah jembatan gitu... tapi ndak berani karena dalam dan luas tempatnya. Cuma ngeliatin teman2 yang jago berenang.
BalasHapusdi balong? wah apa ya artinya? he he....
salah satu yg seru dr maen di kali: loncat dr pohon tinggi yg condong ke sungai. sebelum loncat, di atas makan buahnya dulu, hehe :D
BalasHapus*tapi sy ga berani dr ujung tertinggi, serem :P
@N alias nur ahmadi : wah N, kirain siapa ha ha... kayak nama detective di anime "death note" aja. Ada L, M dan N.
BalasHapusmanteb tuh bisa sampe ada pohonnya sambil makan buah dulu. Asal pas nyampe di permukaan airnya nge-pas aja. Jangan sampe malah suaranya 'pleekk', kulit jadi panaass...
He?
BalasHapusSeluruh baju @_@
Hihihi...
Woh ortunya gak diceritain~
@Untje van Wiebs : iya... kan masih kecil... ndak papa...
BalasHapusortu ga diceritain biar ga dilarang mandi lagi di sungai...
@Ely Meyer : yup betul sekali mbak, rasanya ingin kembali ke masa-masa itu. Bermain tanpa lelah. Dan kadang tak terpikir apa akibat dari kegiatan yang kita lakukan. yang penting bermain dan bermain.
BalasHapusinget dulu pernah main bola di lapangan becek, trus kaki nendang batu bata hingga berdarah, eh beberapa minggu kemudian tetap main bola lagi trus kena paku. Untung ndak tetanus.
Itu ga sengaja, habis nulis N, trus tab biar langsung jadi Nur Ahmadi, eh malah munculnya N doang.
BalasHapus*pernah jg ngerasain, jatuhnya pas perut/dada, panas banget, untung pas ga terlalu tinggi :D
*klo utk bola mah, hampir smua jari kaki & pergelangan tangan pernah bengkak/bengkok. tapi tetep aja ga kapok2, haha
@Nur Ahmadi : hooo kirain mau jadi detective juga.. Detective Nur..
BalasHapusPengalaman yang luar biasa, jadi sangat terasa bersyukurnya masih dikasih hidup.
BalasHapusKlo pengalaman saya, "cuman" hampir tenggelam, memakai pelampung tapi naas, gak bisa mengapung ke atas, karena terhalang perahu..saya terseret berada di bawah perahu beberapa waktu, sampai akhirnya saya ditarik..
syukur alhamdulillah..