Selamat datang di gubug Inspirasi Coffee. Blog ini dikelola oleh penulis sejak September 2008. Sampai sekarang, api semangat menulis masih menyala terang, menarikan pena melukiskan cerita kehidupan. Hak cipta dilindungi oleh Allah Azza wa Jalla.
Selamat Membaca ^_^

Sabtu, 28 Januari 2012

15 Cuek

Wow.. ternyata tidak terasa sudah hampir empat hari saya tidak mengurusi blog ini. Sudah terlihat banyak sarang laba-laba disini. Sudah waktunya untuk membersihkannya dengan ide dan semangat yang menyala. Terus terang beberapa hari ini, waktu luang saya lebih banyak tersita untuk mengurusi blog Al Mageti Foundation (AMF). Sebuah lembaga sosial yang ikut saya rintis bersama teman-teman alumni Magetan. Alhamdulillah setelah semuanya sudah terselesaikan dengan baik, saatnya sekarang kembali ke ranah asal. Kembali ke Coffee Break.

Kali ini saya akan berbincang tentang topik yang ringan-ringan saja. Saya ingin berbicara tentang rasa cuek. Kata ini seringkali diartikan dengan sikap 'masa bodoh' atau 'tidak acuh'. Beberapa orang bahkan sering menyamakannya dengan sifat sombong. Namun itu semua tidak serta merta terkait langsung dan sama artinya dengan sifat cuek. Perlu dilihat juga kondisi dan situasi dari orang-orang yang melakukannya.

Suatu ketika saya pernah tiba-tiba ditelepon oleh seseorang dengan menggunakan nomor yang tidak dikenal. Singkat kata orang itu mengaku dari sebuah bank swasta terkenal di negeri ini. Dia kemudian menawarkan sebuah program asuransi kesehatan kepada saya dengan bahasa yang cukup formal. Sejak awal, sebenarnya saya memang tidak tertarik dengan apa yang dia tawarkan. Bukannya apa-apa, ini lebih karena saya sudah terikat asuransi kesehatan yang telah diurusi sepenuhnya oleh perusahaan tempat saya bekerja. Namun untuk menghargai tawaran yang dia berikan, saya terus saja mendengarkan semua yang dia katakan. Sesekali saya menjawab pertanyaan yang dia sampaikan. Sampai akhirnya setelah dia mengatakan apa yang seharusnya disampaikan, saya mengutarakan penolakan saya dengan alasan tertentu. Meski saya sudah menolak, namun ternyata dia terlihat ngotot memberikan penawaran lain. Sampai akhirnya (karena sudah kesal) saya mengatakan tidak untuk tawaran apapun. Huh.. seharusnya saya mengucapkan kata 'tidak' sejak dari awal, daripada berakhir dengan debat seperti ini. Harus saya akui, saya tidak bisa cuek begitu saja.

Ternyata tawaran asuransi ini sempat juga dialami oleh istri saya di rumah. Beberapa orang yang memperkenalkan diri sebagai karyawan sebuah Bank Swasta menawarkan program asuransi kepada istri saya. Jelas istri saya pasti akan menolaknya karena sudah ikut asuransi (ASKES). Namun namanya orang jawa sedikit banyak punya yang namanya rasa unggah-ungguh, sehingga istri saya perlu berbasa basi dulu untuk menolaknya. Dengan halus dia mengatakan tidak bisa menjawabnya sekarang karena perlu ijin dari suami terlebih dahulu. Keesokan harinya baru dengan tegas istri saya bisa menyatakan penolakannya. Istri sayapun ternyata juga tidak bisa cuek ^_^.

Namun lain cerita dengan apa yang terjadi dengan seorang teman saya di kantor. Entah apa yang dia bicarakan dengan seorang penelepon asing. Sejak pertama kali penelepon asing ini memperkenalkan diri dan menawarkan sesuatu, langsung saja dia mengatakan "Maaf, saya tidak tertarik!". Dan ketika si penelepon itu masih saja memberikan tawaran-tawaran lainnya, teman saya itu kembali mengulang kata-kata pamungkasnya dengan ekspresi datar "Maaf, saya tidak tertarik!". Wow.. saya terus terang cukup berdecak kagum dengan kecuekan dan ketegasan teman saya itu. Dia bisa cuek.. bahkan sejak menit pertama ^_^.

Selasa, 24 Januari 2012

10 Segelas Kopi Pagi

Pagi ini mentari bersinar memancarkan cerah. Meradiasi semangat para petani yang akan berangkat ke sawah. Anak-anak kecil dan remaja tanggung juga sudah berangkat ke sekolah. Mengemban amanah berat orang tua dalam mengejar mimpi-mimpi yang tinggi. Meninggalkan suasana sepi namun berselimut hangat. Bekas hujan deras malam hari kemarin juga sudah tiada. Menguap berganti dengan harapan cerah hari ini. Beberapa ibu tetangga sedang sibuk menggelar jemuran, seakan takut hujan turun lagi sebelum cucian kering. Seorang ibu juga terlihat sedang asik ngemong anaknya yang masih kecil. Sesekali tertawa sendiri melihat tingkah laku anaknya yang lucu. Tak jarang juga si anak menangis karena kejahilan si ibu.

Di sisi lain seorang bapak-bapak terlihat membawa rumput basah yang ditumpangkan di atas motor. Rumput hijau itu nantinya untuk makanan ternak. Kau tahulah... bertani dan beternak adalah denyut nadi kehidupan di desaku. Jika suasana lebih pagi lagi, maka akan terlihat bapak-bapak yang membawa beberapa sapi untuk dicuci badannya ke sungai. Yah.. beginilah suasana pagi di desaku, suasana yang hangat menentramkan.

Disini aku malah terpaku sendiri. Menekan tombol-tombol keyboard laptop mini menuliskan suasana hati. Di sebelah kanan terhidang segelas kopi dengan cokelat granule. Di permukaannya terlukis pola yang aku sendiri tidak mengerti. Ah mengapa pula aku merisaukan sesuatu yang tidak penting. Sesekali kuhirup sedikit kopi di cangkir kecil itu, kemudian kembali kulanjutkan menekan tombol-tombol keyboard, tut .. tut .. tut.




-fifin-
Magetan, 24 januari 2012
Sambil lamat-lamat terdengar kakak perempuanku membunyikan lagu Flanela berjudul 'Anjelie'

Minggu, 22 Januari 2012

15 Murahnya Sarapan Pecel

Satu hal yang saya sukai ketika pulang ke kampung halaman adalah menikmati saat-saat sarapan pecel. Makanan yang terbuat dari berbagai sayuran ditambah dengan sambel kacang ini terbilang sangat khas. Seperti kemarin pagi ketika kereta yang saya tumpangi dari Bandung sudah sampai di stasiun Madiun, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengisi perut yang sudah mulai tidak bisa diajak kompromi ini.


Picture is taken from kolomkita.detik.com

Ada begitu banyak penjual nasi pecel di Madiun. Bahkan layak disebut menggurita. Di seluruh pelosok kota ini banyak terdapat warung yang menjual nasi pecel. Mungkin bagi kebanyakan orang di daerah ini, nasi pecel sudah menjadi menu wajib dijadikan sarapan. Namun namanya selera, tidak semua nasi pecel yang dijual cocok dengan lidah saya.

Saya cenderung memilih sarapan di warung pecel yang berlokasi di daerah Madigondo, Magetan. Desa Madigondo ini termasuk wilayah Magetan yang paling timur. Berbatasan langsung dengan Kota Madiun. Nasi pecelnya bisa dibilang maknyuss, cocok sekali dengan lidah saya. Lokasi warung yang terletak dipinggir jalan ini memang sangat strategis. Berada di jalan penghubung antara Madiun dengan Magetan. Namun sayang sekali tidak dibarengi dengan penampilan yang menarik. Tidak ada tulisan ber-bau marketing di depannya. Kalau saja saya tidak diberi rekomendasi oleh ibu saya, mungkin saya tidak sadar bahwa ada warung yang menjual nasi pecel enak disitu. Atau mungkin lebih parah lagi, saya tidak sadar ada warung disitu.

Jarak antara stasiun dengan warung pecel ini tidaklah jauh. Beberapa menit saja pasti sudah sampai. Namun ada yang menarik disini. Jika anda berkunjung dikawasan ini (Madiun dan sekitarnya), pertama kali anda datang dan duduk, maka hal pertama kali ditanyakan oleh penjualnya adalah "unjuk'ane nopo mas?" artinya minumnya apa?. Kalau di daerah lain mungkin lazim bertanya "mau makan apa mas?". Hayoo.. tahu alasannya kenapa? #kuis_tak_berhadiah.

Saat itu saya sarapan bersama istri dengan menu sebagai berikut :
-nasi pecel : 2
-ayam bumbu : 2
-tempe mendoan goreng : 2
-kerupuk : 2
-teh panas : 2
Kesemuanya itu dibandrol dengan harga sebelas ribu lima ratus rupiah saja. Murah sekali bukan?



-fifin-
Magetan, di rumah mertua dengan sayup-sayup terdengar tetangga membunyikan klenengan / lagu jawa.
22 Januari 2012

Sabtu, 21 Januari 2012

10 Penghargaan

Disaat sedang berasik masyuk menikmati suasana kerja yang mulai memanas, tiba-tiba mata menatap tajam dengan tanda yang amat saya kenal. Ada warna merah menyala di aplikasi yoono di twitter. Pertanda ada mention yang ditujukan kepada saya. Wah apa ya? ada rasa penasaran yang menelusuk.

"dear mas @rouwnee kak @SobatBercahaya trus @dhenokku juga @asepp11 n mas @fifinnugroho , ada award nii buat kalian http://aarmaee.blogspot.com/2012/01/bikin-blog-baru.html :D".

Wah ternyata saya mendapat award / penghargaan. Horee... #tepuk tangan sendiri.


Awalnya bingung juga sih apa itu award. Apa pula perbedaannya dengan PR. Setelah membaca lebih lanjut postingan mbak Mae dan orang yang memberi award ke dia. Akhirnya analisisku mengerucut pada satu kesimpulan bahwa award ini sama saja dengan PR. Kalau tidak mau dianggap sama, maka katakanlah itu mirip.

Thank the person who nominated you and give their blog a shout out on your blog with a link to their blog:
matur suwun / thanks / terima kasih / jazakillah / arigatou yang luar biasa saya tujukan kepada mbak Mae yang sudah menunjuk blog coffee break ini sebagai salah satu blog yang beruntung mendapat julukan the versatile blogger versi mbak mae.

Share 7 random fact about your self
Baiklah beberapa saya ambil dari sini :
1. Penyuka kopi. Jelas ini tidak akan pernah ketinggalan.
2. Penyuka warna hijau. Pas banget dengan awardnya yang berwarna hijau.
3. Suka menulis dan membaca. Terutama novel.
4. Suka nonton sepak bola.
5. Suka main futsal.
6. Suka nonton anime atau dorama.
7. Terkait poin 3 diatas, bercita-cita suatu saat nanti bisa menerbitkan sebuah buku dan best seller. Doain yaa ^_^. Sekarang sih tahapnya ingin menulis setiap hari, menemukan gaya tulisan, membuat cerpen, dan nanti ujungnya membuat novel. Engineer yang novelis? siapa takut!.

Send on the award to 15 blogger whose blog you appreciate and let them know that they have won award.
Hemm kalau ini mungkin tidak akan saya lanjutkan, soalnya pertanyaannya mirip dengan PR yang pernah saya tulis. Mungkin nanti saja kalau saya mendapat PR/award yang berbeda ^_^.


-fifin-
Suatu pagi di sebuah kampung yang nyaman di Magetan berhiaskan deru motor diesel pembajak sawah.
21 Januari 2012.

Jumat, 20 Januari 2012

9 Buku Tak Sengaja, Bagian Ketiga

Untuk cerita sebelumnya bisa dibaca di bagian satu dan bagian dua.

Lamat-lamat saya amati buku yang bersampul hitam pekat ini. Ada semacam tulisan yang dibuat melingkar disampul depan. Rasa penasaran pun membuncah. Saya perlu memutar buku ini untuk bisa membaca tulisan melingkar itu. Ada pluralisme, liberalisme, radikalisme, progesit dan lain-lain. Bahasa-bahasa yang menurut saya cukup sensitif. Apalagi di negeri ini, bakal selalu menjadi perdebatan tiada ujung.

Terus terang saya pernah melihat buku ini dijual di beberapa tempat. Bahkan ketika buku ini akan lahirpun, saya mengikuti awal kisahnya. Buku ini berjudul 'Islam Liberal 101' karya Akmal Sjafril. Buku yang sangat elegan dan menarik. Dibagian belakang buku terdapat cuplikan komentar dari dua tokoh keren yang cukup saya kagumi. Ahmad Sarwat, Lc dan Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, Msc. Wah, rasanya ingin sekali saya bawa pulang buku ini tanpa membayarnya. -Lho.. pencurian donk!!-. Akankah untuk buku yang satu ini, saya akan membelinya? -tetep sambil lirik dompet-


Sudah lama saya mengikuti pemikiran seorang Akmal Sjafril, bahkan sebelum dia menulis buku ini. Tulisannya runtut dan selalu berbobot. Suatu ketika (entah dalam keperluan apa), pertama kalinya saya mampir ke blog Akmal. Sejak pertama kali membaca tulisan di blognya, saya langsung berpikir "Ini orang cerdas dan berani!!". Makanya meskipun saya bukan termasuk penghuni multiply (meski punya akun), saya terus setia mengikuti tulisan-tulisannya. Istilahnya kerennya sebagai silent reader atau kata salah satu teman blogger menyebutnya silent admirer.

Saya : "Pak, kalau yang ini berapa?".
Bapak Penjual : "Itu ** ribu, diskon menjadi 35 ribu".

Subhanallah, murah sekali. Jadi ingat beberapa waktu yang lalu di page FB Malami Bookstore (punya bang Akmal), buku hebat ini dijual 50 ribu (belum termasuk ongkos kirim). Kalau untuk keperluan wakaf / hibah ke pesantren / sekolah dapat diskon menjadi 25 ribu. Itupun minimal harus beli empat biji. Nah ini satu buah untuk keperluan pribadi dibandrol cuma 35 ribu. Semoga barakah jualannya ya pak!.

Tanpa berpikir panjang lagi akhirnya saya bersepakat dengan penjual untuk membeli buku ini. Untuk review buku ini akan saya posting nanti jika sudah selesai membacanya.

Matahari semakin naik dan udara saya rasakan semakin panas. Pohon-pohon rindang yang menjulang tinggi di sepanjang jalan Gelap Nyawang ini sedikit memberi udara segar. Saya kembali melirik ke jam tangan, pukul 10.05 WIB. Saya harus segera ke tempat potong rambut. Estimasi saya dua jam masih cukup waktu sebelum waktu dhuhur menjelang.

Sayapun segera beranjak menuju tempat potong rambut yang jaraknya sudah tidak jauh lagi. Tentu saja sambil menenteng buku baru. Entah kenapa setiap membeli buku baru, hati ini selalu berdesir gembira. Benar-benar sebuah buku yang tidak sengaja, karena awalnya memang tidak sengaja mampir ke toko ini.

Tamat / Selesai / End.


-fifin-
Kontrakan, 20 Januari 2012.
Di sebuah pagi sambil menyeruput teh lemon hangat.

Kamis, 19 Januari 2012

16 Cinta Suci Zahrana

Jika teman-teman pernah membaca buku kumpulan kisah inspiratif karangan Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Dalam Mihrab Cinta, maka disana terdapat tiga kisah inspiratif yang dinarasikan. Salah satunya adalah kisah seorang wanita muslimah dalam berjuang mendapatkan cinta sucinya. Perempuan itu bernama Zahrana. Perempuan cerdas, ulet, sangat berkarakter, serta memiliki mimpi yang sangat tinggi. Tapi sangat disayang, dia melupakan satu hal. Hal yang juga sebenarnya sangat prinsipil dalam kehidupan. Bahkan ini yang sudah disunnahkan oleh Rosul kita. Sesuatu yang banyak inspirator menganjurkan dilakukan ketika usia masih muda (-belia juga ndak papa loh ^_^-).

Dan karena di dalam buku Dalam Mihrab Cinta itu hanya berupa kumpulan kisah, maka untuk kisah Zahrana, penulis membuat versi novelnya. Novel Itu berjudul lengkap 'Cinta Suci Zahrana'. Dalam novel ini penulis kembali berhasill membombardir perasaan pembaca dengan kisah mengharukan dari seorang Zahrana. Kisah pencarian dan perjuangan cinta seorang Zahrana saya pikir hampir mirip dengan kisah Azzam dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Bedanya, Zahrana sebagai perempuan tidak mungkin seagresif Azzam dalam menggapai cinta. Tapi meski begitu, ikhtiar yang maksimal harus tetap dilakukan.

cinta suci zahrana
Jangan paranoid duluan, ketika sudah membaca buku Dalam Mihrab Cinta menjadikan novel ini cenderung tidak menarik. Banyak sekali saya temukan hal-hal yang baru dalam novel ini. Hal-hal yang akan teman-teman rasakan ketika sudah masuk ke dalam nuansanya.

Terus terang novel ini sangat menginspirasi saya. Bagaimana sosok Zahrana berhasil digambarkan oleh penulis sebagai sosok yang sangat cerdas. Menerima berbagai penghargaan prestisius baik dari dalam maupun luar negeri. Dia sangat bersemangat untuk terus merengkuh prestasi demi prestasi. Dia sangat profesional dibidang yang ia geluti. Ini benar-benar memberi inspirasi bagi saya untuk juga bisa berprestasi seperti Zahrana ^_^.

Tak heran jika di cover depan novel ini tertulis 'novel penggugah jiwa'. Dan benar saja, novel ini memang benar-benar telah menggugah jiwaku yang sering keenakan tertidur dalam kefuturan. Kalimat-kalimat ajaib dalam buku ini seolah seperti asupan tenaga ekstra bagi seorang pendekar tangguh. Menggugah, menginspirasi dan membakar semangat berprestasi. Ini juga yang sering saya temui dalam novel-novel Kang Abik yang lain.

Saya tak perlu waktu lama untuk bisa selesai dalam membaca buku ini. Bukti cukup otentik menunjukkan novel ini memang sangat enak untuk dibaca. Setiap bab demi bab dalam buku ini seperti ada benang yang menghubungkan. Membuat pembaca senantiasa ingin tahu apa yang ada di bab selanjutnya. Yup benar, salah satu ciri khas novel Kang Abik adalah membiarkan pembaca dalam rasa penasaran. Dan ini menjadi pembelajaran berharga bagi novelis pemula. Bahkan ketika cerita sudah usai-pun seringkali pembaca masih saja dibuat penasaran (seperti kisah dalam novel Bumi Cinta).

Tidaklah berlebihan jika kekaguman saya terhadap novel-novel kang Abik itu pernah saya abadikan dalam status di twitter.

"Novel-novel karya Kang Abik itu seperti ketika kita makan kacang, tidak mau berhenti mengikuti karya-karyanya"
.


-fifin-
Ditulis sambil sayup-sayup terdengar tetangga membunyikan lagu dBagindas
Kontrakan, 19 Januari 2012

Selasa, 17 Januari 2012

12 Buku Tak Sengaja, Bagian Kedua

Cerita sebelumnya bisa dibaca disini.
-------------------------------------------------------

"Wah belum ada tuh mas, padahal itu novel serial pertama yang ditulis tetapi malah belum keluar juga. Yang ada yang ini mas", bapak penjual buku itu menyodorkan sebuah buku yang masih rapi terbungkus plastik. Sejenak saya mengamati buku yang disodorkan bapaknya itu. Hemm.. dibagian judul tertulis 'Sunset Bersama Rosie'... karya Tere Liye penerbit Republika.

"Ini harganya berapa pak?"
"Kalau itu ** ribu dapat diskon menjadi ** ribu", suara bapaknya terdengar begitu mantab. -harga sengaja saya tulis dengan tanda bintang karena lupa-

Salah satu yang saya suka ketika membeli buku di tempat ini adalah pemberian diskon yang luar biasa. Hampir setengah harga. Tak heran jika toko buku ini cukup ramai didatangi pembeli. Sambil mencoba mengingat berapa jumlah uang yang ada di dompet, mata ini semakin lincah melihat-lihat buku yang lain.

Sebenarnya terdapat dua kios toko buku di tempat ini. Letaknya bersebelahan. Tidak luas memang, namun buku-buku yang disajikan selalu saja ada yang baru. Memang terlihat jelas buku-buku yang dijual di tempat ini hanya terbatas pada buku bergenre religi. Mudah ditebak karena lokasinya yang sangat dekat dengan masjid Salman ITB. Jadi segmentasi pasarnya jelas akan kemana.

Sejenak iseng saya melihat dibagian bawah kanan dinding toko buku ini. Disitu terdapat beberapa buku-buku kecil yang terpasang berjajar. Saya kemudian memilah buku-buku itu. Ada deretan kata yang membuat otak memberikan sinyal perintah kepada tangan untuk berhenti memilah. Saya melihat buku kecil bertuliskan Biografi Yoyoh Yusroh. Karena tertarik dan penasaran, saya ambil buku kecil itu untuk dibaca sedikit resensi dibagian belakang buku. Penulisnya adalah Ibunda Neno Warisman.

Melihat saya cukup lama mengamati buku kecil itu tiba-tiba bapaknya sigap menyodorkan sebuah buku besar ke saya. Saking sigapnya saya hampir terkejut. Mungkin saja bapaknya ini pernah bercita-cita ingin menjadi tentara atau polisi kali yah? ^_^.

"Mungkin yang ini mas cari", bapak penjual buku itu memberikan buku besar dan tebal.

Saya mengamati buku tebal yang baru saja diberikan. Langkah Cinta Untuk Indonesia, Yoyoh Yusroh Mutiara Yang Telah Hilang. Ketika dilihat dibagian sampingnya ternyata ada dua buku di dalamnya. Jadi ini sebuah buku paket. Satu tebal dan yang satunya lebih tipis. Sejenak terpesona, karena buku ini sebenarnya sudah lama saya cari. Di Togamas seingat saya tidak ada. Aneh, tidak disangka ternyata bisa saya temukan di toko buku kecil ini.

"Harganya ini berapa pak?"
"Itu **ribu diskon jadi ** ribu ", jawab bapaknya. Sekali lagi dengan mantabb! -pake huruf b-nya dua-.

Wow buku setebal ini harganya ternyata sangat murah setelah mendapat diskon. Namun meskipun harganya sudah turun, saya ingat uang di dompet tidaklah cukup. Lagipula niat awal mampir ke toko buku ini sebenarnya hanya ingin melihat-lihat saja. Apakah ada buku baru seperti Amelia atau tidak. Nanti jika di lain kesempatan mendapat rejeki untuk bisa membeli buku, insyaAllah bisa datang lagi ke toko buku ini. Karena uang yang ada di dompet tidaklah banyak, kembali saya musti mengurungkan niat membeli buku itu. Saya musti mencari buku yang lebih murah.

Sejenak melihat jam di tangan, 09.30 WIB. Ah masih lama dhuhur-nya, ingin melihat-lihat lagi. Di deretan buku yang berjajar dibagian kanan terlihat buku bersampul hitam pekat. Lokasinya sebenarnya sangat dekat. Saking dekatnya malah belum terjamah.


Bersambung....

Minggu, 15 Januari 2012

12 Menulis Sastra

Terkadang saya iri. (Ups.. jangan berpikiran negatif, insyaAllah ini iri yang diperbolehkan). Iri kepada mereka yang bisa menulis di blog setiap hari. Jangan salah, dalam satu hari mereka bisa mengeluarkan bisa sampai dua tulisan. Ini hebat. Aku berpikir, kok bisa ya?. Bagiku, menulis dalam tempo dua hari sekali saja sudah merupakan prestasi. Bahkan jika sedang malas, dalam sebulan saya hanya sekali saja menerbitkan tulisan. Dan ini payah.

Sedikit rahasia saja (-lah rahasia kok diumumkan ^_^-), bagiku menulis di blog bukanlah hanya sekedar hobi saja, tapi lebih kepada curahan perasaan yang ketika kita menuliskan uneg-uneg yang ada di kepala, pikiran menjadi terasa nyaman. Mungkin saya sedikit berbeda tidak seperti teman-teman yang menulis hanya untuk sekedar berbagi. Saya memiliki misi besar. Menulis di blog ini saya anggap sebagai ajang latihan. Yup.. latihan untuk mencari gaya tulisan saya. Sehingga bisa menerbitkan sendiri sebuah buku suatu saat nanti (sepertinya sih novel, kalau buku motivasi kagak mampu lah.. ^_^). Itulah misi saya menulis di blog ini.

Adalah bang Jonru, seorang penulis terkenal di negeri ini berkenan membagi sedikit ilmunya tentang kepenulisan. Untuk menjadi penulis yang hebat maka setidaknya ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh seorang pemula. Pertama yaitu sering-seringlah menulis (menulis apa saja), kedua sering-seringlah membaca, dan yang ketiga adalah ikuti pelatihan kepenulisan. Untuk poin ketiga sebenarnya hanyalah pelengkap saja. Ini untuk semakin mengasah kemampuan menulis. Sedangkan dua yang pertama, ini wajib dilakukan bagi mereka yang punya impian menjadi penulis hebat.

Nah berbicara mengenai kegiatan menulis, maka tak akan lepas dengan waktu kegiatan itu dilakukan. Bagiku menulis itu ada waktunya. Tidak semua waktu bisa saya gunakan untuk menulis. Jika salah mengambil waktu, maka ide-ide itu tidak akan keluar. Kalaupun bisa keluar, maka tidak akan bisa lancar dan bisa berujung kepada keputusasaan. Maka saya harus mencari waktu yang mustajab untuk bisa menyalurkan ide-ide itu. Saya selalu yakin bahwa ide itu ada dan tersembunyi, diperlukan katalis waktu untuk memanggilnya.

Bagi pekerja kantoran seperti saya, tidak banyak waktu yang bisa saya gunakan untuk menulis. Pergi pagi pukul 08.30 WIB dan pulang selepas maghrib, praktis membuat waktu menulis bagi saya menjadi sempit. Maka waktu menulis di pagi hari selepas sholat subuh menjadi konsekuensi logis. Jangan tanya kenapa tidak menulis selepas pulang kantor. Jawabannya cukup satu kata saja, capek ^_^.

Dan tidak semua waktu seusai sholat subuh bisa saya pergunakan untuk menulis. Pekerjaan seperti mencuci baju, mengepel dan membersihkan rumah juga tidak bisa saya tinggalkan begitu saja bukan?. Belum lagi kalau saya sedang keranjingan membaca novel. Hadeuh...!! Bisa dengan sangat mudah ditebak, menulis menjadi anak tiri yang terlupa.

Kalau kita berbicara mengenai aktifitas membaca dan menulis, maka tidak bisa dilepaskan dengan yang namanya sastra. Saya memang bukanlah alumni pendidikan sastra, tapi saya mulai menyukai sastra beberapa tahun belakangan ini. Entah sejak kapan mulainya, saya akhirnya menjadi penikmat sastra. Menyukai kalimat-kalimat indah yang bermakna dalam.

Ah.. jadi teringat kisah ketika masuknya Umar Bin Khattab ra kedalam Islam. Umar yang dikenal bangsa arab sebagai salah satu simbol kekuatan kota Mekkah ini sangat menyukai sastra. Dan dia masuk ke dalam Islam setelah mendengar indahnya surat Thoha yang dibacakan oleh adiknya sendiri (Fatimah).

Maa anzalnaa 'alaikal Qur'aana litasyqoo. Illaa tadzkirotal limay yakhsyaa. Tanziilam mimman kholaqol ardho wassamaawaatil 'ulaa. Arrohmaanu 'alal 'arsyistawaa.

"Kami tidak menurunkan kepadamu Al Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah. Melainkan sebagai peringatan bagi mereka yang takut (kepada Allah). Diturunkan dari (Allah) yang telah menciptakan bumi dan langit. Dia lah Yang Maha Pengasih yang bersemayam di atas 'arsy. (Thaha: 2-5)."

Mendengar dan membaca kisah ini semakin menguatkan saya bahwa sastra itu menyimpan sesuatu yang ajaib dan unik. Membaca dan menuliskannya membuatku kuat dan lembut.

"Ajarkanlah anak-anakmu sastra, karena sesungguhnya sastra itu menguatkan sekaligus melembutkan hati" (Umar bin Khattab)”

Sabtu, 14 Januari 2012

10 Buku Tak Sengaja, Bagian Satu

Hari sudah tidak pagi lagi. Matahari juga sudah beranjak naik ke atas. Ada dua agenda wajib yang musti saya kerjakan hari ini. Pertama adalah pergi ke stasiun kereta untuk membeli tiket pulang ke Magetan pekan depan. Dan yang kedua adalah memotong rambut yang sudah sangat gondrong ini. Sudah bosan beberapa kali diprotes sama istri karena penampilan saya terlihat sangat kusut model preman terminal saja. Mengenai tiket kereta, hari ini saya harus mendapatkan tiket itu. Jangan sampe kehabisan tiket. Maklum saja, hari seninnya (tanggal 23 Januari) adalah libur hari besar Imlek sehingga banyak orang yang pasti akan memanfaatkan momen ini untuk pulang ke kampung halaman. Bismillah semoga saja tidak kehabisan. Kalau toh kehabisan terpaksa diganti keesokan harinya.

Setelah merasakan segarnya mandi air dingin, kurasakan sejenak perut ini masih keroncongan. Oh iya dari tadi pagi saya belum sarapan. Praktis hanya segelas madu hangat sehabis sholat subuh yang cukup membantu mengganjal perut ini. Di tempat saya tinggal untuk mencari warung makan memang terbilang cukup susah. Maklum model perkampungan, bukan kompleks kost-kostan. Kebanyakan yang ada hanya penjual bubur ayam. Kalau setiap hari harus sarapan bubur ayam bakal bosan juga kan?. Ah.. nanti aja beli sarapannya sehabis potong rambut. Lagi pula tadi pagi masih keasikkan membaca novel Cinta Suci Zahrana ^_^. Jadi tak sempat membeli sarapan.

Setelah semuanya dirasa beres, saya mulai menggerakkan roda motor ke arah stasiun kereta yang berjarak 20 menit perjalanan sepeda motor. Saya memilih melewati jalan kecil di sebelah bandara Husein Satranegara yang sepi dan tentu saja tanpa dikesalkan dengan pemberhentian lampu merah. Tak lama kemudian saya sampai ke parkiran reservasi stasiun Bandung. Setelah parkir, saya langsung masuk kedalam ruang pemesanan tiket. Alhamdulillah tiket masih ada dengan adanya gerbong tambahan.

Merasa aman dengan tiket ditangan, saya mulai menggerakkan motor kearah Cisitu tempat saya potong rambut. Maklum selama ini meski saya tinggal di daerah Gunung Batu, urusan potong rambut saya tetap memilih di daerah kontrakan saya yang lama (di Cisitu) karena sudah cocok (cukup stylish). Sampai di daerah Taman Sari saya belokkan motor ke belakang parkiran masjid Salman ITB. Ada rumah makan Padang disitu. Saya pengen sarapan nasi Padang kali ini. Sambil menunggu penjualnya membungkus nasi, saya sadar bahwa di sebelah ujung jalan ini ada toko buku yang menjual banyak buku islami yang keren. Ah.. pengen mampir untuk sekedar melihat apa ada buku yang menarik.

Nasi sudah dibungkus, saya mulai menuju ke arah toko buku islami yang terletak tepat di belakang masjid Salman ITB. Mata mulai scanning ke arah deretan buku yang tertata rapi.

"Pak, novel Tere Liye yang Amelia sudah ada?"


bersambung ...

Selasa, 10 Januari 2012

12 Tentang Kucing

Banyak sekali saya temui orang yang sangat menyukai kucing. Bagiku sosok hewan mamalia satu ini biasa saja, tidak terlalu benci juga tidak terlalu suka. Biasa saja. Tapi kalau berbicara beberapa tahun silam, saya termasuk penggemar kucing lho. Pecinta kucing tingkat akut malahan. Namun semenjak manise pergi, saya sudah tidak terlalu menyukai hewan yang satu ini. Eh, manise siapa?



Berbicara mengenai hewan mamalia yang satu ini, saya memiliki pengalaman unik, lucu, menggemaskan sekaligus menyedihkan. Tokoh utama dalam cerita ini adalah saya dan kakak perempuan saya. Kalau tidak salah saat itu saya masih kelas 6 SD, sedangkan kakak saya (lebih tua 2 tahun) duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Pertama. Ketika pulang sekolah kami biasa bermain ke rumah nenek yang berada tak jauh dari tempat kami tinggal. Ternyata tetangga nenek kami sedang memiliki anak kucing yang lucu-lucu.

Warnanya sangat bagus dan menarik. Tubuhnya juga masih sangat bersih. Kami sontak langsung terkesima. Si Ibu pemilik kucing menawarkan kepada kami untuk memeliharanya. Kamipun seragam mengangguk. Maka kamipun segera meminta ijin kepada Ibu untuk memeliharanya di rumah. Sebenarnya Ibu kami tidak menyetujui rencana ini. Beliau terkenal sangat membenci kucing. Tapi karena kami terus merengek-rengek memelas, akhirnya beliau luluh dan membiarkan kami memelihara kucing cantik itu. Yup kami akhirnya memberi nama kucing ini dengan sebutan manise ^_^.

Hari berganti hari, minggu berganti bulan (loh nggak sinkron!). kucing kecil itupun mulai tumbuh dengan perawatan maksimal. Alhasil dia berkembang sesuai ekspektasi kami. Memiliki bulu yang indah, bersih dan dengan penampilan yang ciamik. Tak hanya saya dan kakak yang mencintai kucing ini. Bapakpun diam-diam mulai tertarik dengan si manise ini. Meskipun Ibu tetap saja pada sikap awalnya tak henti meneriaki dan sigap mengambil gagang sapu lidi memukul ke lantai untuk menggertak manise karena telah memakan ikan tongkol yang baru saja dibeli dari pasar.

Kalian tahu dimana manise tidur di malam hari?. kucing ini memiliki tempat tidur yang tidak biasa. Dia tidur bersama kakak saya di kasur yang empuk. Wah enak kali ya kucing ini. Saking terbiasanya, meski tidak disuruhpun ketika waktu tidur sudah menjelang, kucing itu akan melangkah otomatis ke tempat tidur kakak dan langsung saja mlungker (eh ada yang tahu bahasa Indonesianya?) di sebelah kaki kakak saya. Dan anehnya kakak saya nyaman dengan kondisi itu.

Makanannya pun juga tidak biasa, kami sering memberi dia susu, ya tentu supaya manise terpenuhi kebutuhan kalsiumnya. Manise sudah kami anggap bagian dari keluarga kami, kecuali Ibu yang tetap bersikap galak sejak awal dan tak pernah berubah. Hingga pada suatu hari manise menghilang dari rumah. Ini kejadian tidak biasa. Meski siang hari dia sering pergi keluar (untuk bermain) pasti ketika sore menjelang dia akan pulang juga. Dia tahu persis jalan pulang kerumah. Saya dan kakak sangat mencemaskannya. Kemanakah manise pergi? apa dia ndak betah dirumah? apa ada yang menculiknya? -ini agak lebay-

Hari kedua masih sama. Manise juga belum menunjukkan batang hidungnya. Kami masih terus mencari kemana dia pergi. Bertanya kepada tetangga kanan kiri hingga mencari di parit-parit sawah tak jauh dari dusun kami. Hasilnya masih tetap nihil. Pikiran kami semakin liar kemana-mana.

Hingga akhirnya kabar burukpun datang di hari ketiga proses pencarian si manise. Adalah bapak yang sudah menemukan mayat manise yang mengapung di sumur tetangga. Sepertinya saat itu manise sedang asik melompat-lompat kesana kemari termasuk melompati sumur itu. Tapi hari itu hari naas baginya, ia malah terjatuh dan mati. Saya sangat sedih mendengar hal itu, apalagi kakak yang sampe menangis kucing kesayangannya mati. Kakak meminta bapak menguburkan manise tepat di depan rumah supaya kita bisa melihat kuburannya manise setiap hari.

Sejak saat itulah, entah kenapa tidak ada kucing yang bisa menggantikan sosok manise di hati kami. Begitu juga bagi kakak saya. Tak ada kucing lagi dirumah kami. Bagi kami kucing seperti hewan-hewan lainnya. Hewan yang biasa saja, tak ada spesialnya lagi.

Jumat, 06 Januari 2012

17 Film Hafalan Sholat Delisa

Hari minggu kemarin saya berkesempatan menonton film Hafalan Sholat Delisa. Bagi penggemar novel bergenre religi terbitan Republika pasti sudah tidak asing dengan judul film yang satu ini. Yup benar, seluruh skenario dan judul film tersebut diambil dari novel hebat karya Tere Liye itu.


Novel garapan Tere Liye berjudul Hafalan Sholat Delisa ini sebenarnya adalah novel lama. Kalau tidak salah, cetakan pertama diterbitkan pada tahun 2005. Namun saya baru mulai membaca dan menyelesaikannya pada tahun 2011 kemarin. Sebenarnya saya cukup terbilang baru mengenal novel-novel dari Tere Liye. Seingat saya Novel Tere Liye yang pertama saya baca adalah Bidadari Bidadari Surga. Berikutnya baru novel Delisa ini.

Novel ini sebenarnya sudah lama tergeletak begitu saja di rumah. Jujur saya cukup lama menyelesaikannya. Kalau mau dibandingkan dengan novel Bidadari Bidadari Surga, kualitasnya menurut saya masih satu kelas dibawah.


#Teknik Animasi
Terus terang ketika mendengar pertama kali novel Hafalan Sholat Delisa akan difilmkan, hal pertama terbesit di pikiran ini adalah bagaimana dengan beberapa penggambaran model tsunami? Bagaimana film ini akan menggambarkan kondisi Lhok Nga yang luluh lantak? helikopter-helikopter militer yang berseliweran diatas kota, dan yang paling membuatku penasaran adalah bagaimana film ini menggambarkan gagahnya kapal induk Amerika Serikat?. Padahal di kapal induk inilah Delisa kecil yang malang itu dirawat. Kita cukup tahu, sejauh ini kualitas sinetron lokal terbilang menyedihkan dalam menggabungkan antara animasi dengan kondisi real.

Namun semua rasa penasaran yang menggumpal di kepala ini ternyata berakhir dengan rasa takjub bercampur rasa bangga. Pada film ini terdapat infiltrasi teknik animasi yang cukup hebat. Penggambaran Tsunami, kondisi tanah Lhok Nga dengan perahu dan tembok rumah berhamburan, helikopter-helikopter militer, dan kapal induk US tergambarkan dengan baik. Kalau teman-teman penasaran, silahkan nonton filmnya yah ^_^.

#Keselarasan Film dengan Novel
Di film ini terdapat beberapa perbedaan cerita jika dibandingkan dengan di novel aslinya.

Berikut beberapa perbedaan yang masih tertinggal di ingatan saya :
1. Lokasi Delisa dirawat pasca hantaman badai Tsunami yang meluluh-lantakkan kota Lhok Nga. Jika teman-teman jeli membaca novelnya, maka akan kita temui bahwa Delisa ditemukan oleh prajurit Smith di sebuah semak belukar yang kemudian dibawa ke kapal induk Amerika Serikat untuk mendapat perawatan intensif. Namun di film ini Delisa malah dirawat di sebuah rumah sakit di darat. Yaa.. wajar sih ^_^.

2. Menghilangnya tokoh Kak Ubai yang menurut saya cukup punya peran di dalam novel.

3. Keanehan ustadz Rahman yang diceritakan menyukai kak Sofie. Padahal di novel, orang yang diceritakan suka dengan kak sofie adalah Kak Ubai yang seorang relawan.

4. Kemampuan bahasa Inggris ustadz Rahman yang lebih bagus daripada Abi Usman. Bagiku ini agak aneh dan terlihat lucu. Jelas-jelas Abi Usman bekerja di kapal dagang laut lepas yang sering berinteraksi dengan orang asing, harusnya bahasa Inggrisnya lebih baik. Sedangkan ustadz Rahman adalah pengajar anak-anak mengaji di sebuah dusun di Lhok Ngga. Yaa.. mungkin ustadz Rahman pernah tinggal di luar negeri kali ya?! ^_^

5. Pada film ini juga tidak diceritakan mengenai masuknya prajurit Adam Smith kepada islam setelah kejadian penemuan Delisa di sebuah semak belukar. Setelah menjadi mualaf, namanya kemudian berubah menjadi prajurit Salam.

6. Di novel, kepala Delisa harusnya dibuat botak supaya memudahkan perawatan. Namun di film ini, rambut Delisa masih tergerai panjang. Tapi kasihan juga sih jika rambut dek pemeran Delisa yang bagus itu musti di potong dan dibotakin gara-gara main film ini ^_^.

#Segi Akting
Dari segi akting, saya cukup salut dengan apa yang diperankan seorang Reza Rahadian. Dia sangat baik memerankan seorang Abi Usman. Terlebih ketika kejadian Delisa terus-menerus mengkritik masakan Abi yang tidak seenak masakan Ummi. Abi kemudian membanting piring plastik yang berisi nasi goreng (yang rasanya aneh itu) hingga berhamburan di lantai kayu. Ketika itu saya melihat naturalitas seorang Abi usman yang manusiawi. Ditinggal ketiga anak dan juga istrinya. Apa yang ada di dalam kepalanya saat itu? Sedih, marah, ataukah rasa syukur karena masih dipertemukan kembali dengan putri bungsunya (Delisa) meski kakinya tinggal satu.

#Kesimpulan
Secara keseluruhan film ini cukup merepresentasikan novelnya. Hanya beberapa bagian saja yang mengalami perubahan. Dari segi kesan yang dihasilkan, maka bagi saya film ini sangat sendu dan melankolis. Bagi yang melankolis, maka bersiaplah menangis di sepanjang film ini diputar. Karena itu yang terjadi dengan wanita manis yang duduk disamping saya ^_^. Walaupun lebih banyak sendunya, namun bagi yang suka humor, banyak juga lho kesan lucu yang dihasilkan. Kalau kita sudah baca novelnya, maka kita akan tahu bagian mana saja yang lucu, dan sekali lagi.. itu berhasil diperankan dengan baik di film ini.

 

Inspirasi Coffee Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates