Hari masih sangat pagi. Mentari yang muncul dari ufuk timur belum juga menampakkan sinar sempurna. Langit terlihat bersemu merah laksana wajah putri malu. Namun kesibukan kampung ini rupanya sudah mulai berdetak sedari subuh hari. Bersiap menyongsong hari mereka masing-masing. Menyambut harapan keberkahan tercurah hari ini. Seperti biasa, para ibu sudah sibuk meneriaki anak-anaknya yang susah sekali bangun. Sebuah kelakuan klise anak-anak yang susah sekali bangun ketika hari masuk sekolah, namun unik sekali mereka bangun paling awal ketika hari libur. Sungguh lucu sekali melihat kelakuan mereka. Di lain sisi, para ayah terlihat sibuk berjalan-jalan di depan rumah sesambil ngobrol dengan tetangga atau membersihkan sampah kotoran yang ada di halaman dengan sapu. Pemandangan khas dari sebuah desa kecil yang berada di kaki gunung itu.
Nadia masih saja duduk terpeku di kamarnya. Mandi di pagi hari setelah sholat subuh masih menyisakan basah di ujung rambut hitamnya. Belum juga ia beranjak dari duduknya untuk segera mengenakan seragam. Hari ini hari senin, ada upacara bendera, dan kali ini dia kebagian menjadi inspektur upacara. Lima menit berjalan, dia masih saja duduk terdiam terpekur di sudut tempat tidur. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menutupi hampir seluruh punggung dan pundaknya. Terlihat sangat manis. Nadia kembali mengelus-elus perutnya yang mulai membesar. Ada secercah senyum yang bersembunyi dari wajahnya. Ada rasa kesyukuran tiada terkira yang dia rasakan. Sebuah penantian yang cukup panjang. Setelah 6 tahun menikah, akhirnya dia diberi amanah oleh Allah hamil ketika umurnya sudah menginjak 32 tahun. Ucapan tasbih dan tahmid seringkali terhias di bibirnya. Hari-hari ini dia masih saja sendiri. Suaminya yang bekerja di luar kota, eh lebih tepatnya di luar pulau, jarang sekali pulang. Membuatnya harus ekstra sabar menghadapinya, innallaha ma'ana.
Semenit kemudian Nadia memandangi tas yang tergeletak rapi di atas meja kerjanya. Segala sesuatu yang musti dibawa di pagi hari memang sudah biasa ia persiapkan malam harinya sebelum tidur. Namun tiba-tiba serasa ada yang mengingatkan, terhenyak dia berdiri dan kemudian buru-buru mendekati lemari pakaian untuk berganti pakaian seragam. Hari ini tidak boleh terlambat sedikitpun. Jam bundar dengan warna gabungan coklat tua dan biru muda di dinding sudah menunjukkan pukul 05.50 WIB. Masih ada banyak waktu untuk berberes.
Tapi tiba-tiba saja,
"Mbak Nadia!... mbak!!", Muhammad Al Fatih, adik kandung dan saudara satu-satunya berteriak dari luar kamar.
"Ada apa dik?.
Bersambung ...
Nadia masih saja duduk terpeku di kamarnya. Mandi di pagi hari setelah sholat subuh masih menyisakan basah di ujung rambut hitamnya. Belum juga ia beranjak dari duduknya untuk segera mengenakan seragam. Hari ini hari senin, ada upacara bendera, dan kali ini dia kebagian menjadi inspektur upacara. Lima menit berjalan, dia masih saja duduk terdiam terpekur di sudut tempat tidur. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menutupi hampir seluruh punggung dan pundaknya. Terlihat sangat manis. Nadia kembali mengelus-elus perutnya yang mulai membesar. Ada secercah senyum yang bersembunyi dari wajahnya. Ada rasa kesyukuran tiada terkira yang dia rasakan. Sebuah penantian yang cukup panjang. Setelah 6 tahun menikah, akhirnya dia diberi amanah oleh Allah hamil ketika umurnya sudah menginjak 32 tahun. Ucapan tasbih dan tahmid seringkali terhias di bibirnya. Hari-hari ini dia masih saja sendiri. Suaminya yang bekerja di luar kota, eh lebih tepatnya di luar pulau, jarang sekali pulang. Membuatnya harus ekstra sabar menghadapinya, innallaha ma'ana.
Semenit kemudian Nadia memandangi tas yang tergeletak rapi di atas meja kerjanya. Segala sesuatu yang musti dibawa di pagi hari memang sudah biasa ia persiapkan malam harinya sebelum tidur. Namun tiba-tiba serasa ada yang mengingatkan, terhenyak dia berdiri dan kemudian buru-buru mendekati lemari pakaian untuk berganti pakaian seragam. Hari ini tidak boleh terlambat sedikitpun. Jam bundar dengan warna gabungan coklat tua dan biru muda di dinding sudah menunjukkan pukul 05.50 WIB. Masih ada banyak waktu untuk berberes.
Tapi tiba-tiba saja,
"Mbak Nadia!... mbak!!", Muhammad Al Fatih, adik kandung dan saudara satu-satunya berteriak dari luar kamar.
"Ada apa dik?.
Bersambung ...
lagi asyik2 baca..ternyata bersambung..kyk sntron aja mas..haha
BalasHapustadi pagi asik-asik nulis, eh ternyata sudah waktunya berangkat ke kantor, jadi cerbung deh.. cerita bersambung ^_^
HapusApakah ini fiksi cerbung proyeknya mas Fifin itu??? Whaaoww.. Selamaaat. Akhirnya diluncurkan juga. :D
BalasHapusNyimak deh.. dan moga gak ketinggalan episode2 selanjutnya. Hihihi
he he.. ini masih latihan saja mbak mae..
Hapusnanti klo dah merasa yakin, akan buat novelet yang serius. mohon doanya.
cie...setelah puisi, kini ada cerpen juga di coffee break
BalasHapussemakin lengkap deh menunya
siip.. mencoba melengkapinya dengan menu-menu yang beragam.
Hapus