Suatu ketika saya membuka akun facebook kemudian sedikit membaca status dari beberapa sahabat sambil sesekali menggerakkan cursor mouse.. srutt.. keatas dan ke bawah. Sampai pada akhirnya saya mendapati sebuah status dari seorang teman yang cukup membuat kontroversial. Entahlah, mungkin bagi si pembuat status, merasa tulisannya biasa-biasa saja, tapi bagi pembaca yang lain mungkin ada yang cukup mengganjal di hati dan dengan niat mulia ingin menasehati. Sehingga akhirnya ada seseorang yang menasehatinya dengan memberikan komentar pada status tersebut. Saya pikir, sungguh niat orang ini adalah baik, tapi dengan cara yang menurut saya kurang tepat. Alhasil, alih-alih bukannya pikiran tercerahkan, si pembuat status malah mencoba sekuat tenaga memberikan argumen-argumen balasan. Awalnya debat masih cukup ilmiah, namun lama-kelamaan mulai nyrempet-nyrempet buka aib dan berujung saling tidak respek.
Begitu juga dengan media sosial yang lain semisal twitter. Saya pernah mendapati perdebatan sengit oleh dua orang teman saya. Yang satu merasa statusnya tidak bermasalah, yang satu lagi menganggap status tersebut melanggar norma-norma yang ada. Yang satu tidak ada yang perlu diperbaiki, yang satu merasa orang ini perlu dinasehati. Namun, cara menasehatinya di muka publik ini (karena akan terbaca oleh seluruh follower yang ada) menurutku kurang ahsan. Alhasil, mungkin karena terus ditelanjangi di muka umum, si pembuat status yang awal malah memberikan argumen balasan untuk mempertahankan pendapatnya. Yah.. begitulah akhirnya berujung pada ungkapan yang saling tidak respek. Sekali lagi.. ini adalah sebuah niat mulia tapi diamalkan dengan cara yang kurang ahsan.
Umar bin Khattab, seorang sahabat Nabi yang mulia pun merasa perlu untuk diingatkan dan dinasehati. Ia berkata, "Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aibku". Tapi seni dalam nasehat-menasehati ini yang musti diperhatikan. Alih-alih ingin mencerahkan saudara sesama muslim, malah berujung membuka aibnya, naudzubillah. Mus'ir bin Kidam rahimahullah berkata "Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aibku secara rahasia, antara aku dan dia. Karena mengingatkan di tengah orang banyak itu sama dengan membuka aib".
Budaya saling mengingatkan dan saling menasehati adalah pondasi utama Islam. Namun hendaknya memberikan nasehat itu musti lembut dan tidak melukai. Bahkan ada ulama yang berkata memberikan nasihat itu hendaknya dengan isyarat saja, bukan terus terang.
#Tulisan ini terinspirasi dari sebuah artikel di majalah Tarbawi edisi Mei 2012.
Begitu juga dengan media sosial yang lain semisal twitter. Saya pernah mendapati perdebatan sengit oleh dua orang teman saya. Yang satu merasa statusnya tidak bermasalah, yang satu lagi menganggap status tersebut melanggar norma-norma yang ada. Yang satu tidak ada yang perlu diperbaiki, yang satu merasa orang ini perlu dinasehati. Namun, cara menasehatinya di muka publik ini (karena akan terbaca oleh seluruh follower yang ada) menurutku kurang ahsan. Alhasil, mungkin karena terus ditelanjangi di muka umum, si pembuat status yang awal malah memberikan argumen balasan untuk mempertahankan pendapatnya. Yah.. begitulah akhirnya berujung pada ungkapan yang saling tidak respek. Sekali lagi.. ini adalah sebuah niat mulia tapi diamalkan dengan cara yang kurang ahsan.
Umar bin Khattab, seorang sahabat Nabi yang mulia pun merasa perlu untuk diingatkan dan dinasehati. Ia berkata, "Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aibku". Tapi seni dalam nasehat-menasehati ini yang musti diperhatikan. Alih-alih ingin mencerahkan saudara sesama muslim, malah berujung membuka aibnya, naudzubillah. Mus'ir bin Kidam rahimahullah berkata "Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aibku secara rahasia, antara aku dan dia. Karena mengingatkan di tengah orang banyak itu sama dengan membuka aib".
Budaya saling mengingatkan dan saling menasehati adalah pondasi utama Islam. Namun hendaknya memberikan nasehat itu musti lembut dan tidak melukai. Bahkan ada ulama yang berkata memberikan nasihat itu hendaknya dengan isyarat saja, bukan terus terang.
#Tulisan ini terinspirasi dari sebuah artikel di majalah Tarbawi edisi Mei 2012.
Semoga kita terhindar dr sifat yg suka membuka aib orang lain. Dan semoga kita termasuk golongan yg selalu memperbaiki diri.
BalasHapusaamiin... ya Rabb.
Hapustapi beda orang bisa beda tipe pak,,
BalasHapuskalau saya dinasehati secara isyarat pasti gak mudeng (maaf, memang kurang peka)
jadi lebih suka yang to the point
mengenai yg di muka umum tadi, saya juga kurang setuju karena jadinya malah keburukan yg didapat, bukannya kebaikan
maksudnya yang dengan isyarat tadi yang di depan umum. Jadi ketika menasehati di depan umum itu dengan isyarat. Misal dengan sindiran gitu. Kalo berdua saja yah langsung to the point saja.
Hapusaku setuju itu Fin ttg memberikan nasihat itu hendaknya dengan isyarat saja, bukan terus terang.
BalasHapusyup memang seharusnya lebih sopan dengan isyarat. Sehingga tidak terkesan buka aib.
Hapus