Beberapa waktu yang lalu, setelah ada keperluan di luar kantor, saya mengajak teman kantor itu untuk mampir sebentar saja ke sebuah toko buku. Safari ke toko buku adalah hobi tersendiri bagi saya. Bahkan seringkali safari itu tak dibarengi dengan niatan untuk membeli buku. Yah, hanya sekedar melihat-lihat saja buku-buku keluaran terbaru yang kira-kira menarik. Tapi khusus pada waktu itu, saya memang punya niat untuk membeli buku. Yakni sebuah novel genre Islami yang memang sudah lama saya incar.
"Wah, suka baca novel juga ya mas?", celetuk teman saya itu.
"Yup, ini salah satu bahan bakarku untuk menulis di blog", sahut saya.
Teman saya hanya tertawa kecil sambil fokus mengemudikan motornya melewati padatnya lalu lintas kota kembang.
Dulu ketika saya pertama kali menulis, susah sekali untuk menemukan ide sebuah tulisan untuk diangkat. Seringkali bimbang apakah ide tersebut layak dipublikasikan ataukah tidak. Namun seiring dengan perkembangan pengalaman menulis dan menulis, entah kenapa saya sekarang jadi lebih mudah untuk menemukan gagasan sebuah tulisan. Tak harus ide yang besar dan wuah. Ide kecil dengan background pengalaman kita sehari-hari akan menjadi sebuah sajian yang layak diangkat kepada pembaca jika kita bisa mengemasnya dengan menarik.
Pengemasan, yah ini adalah salah satu unsur penting dalam sebuah tulisan. Ide yang sempurna tetapi ditulis dengan acak kadut, saya jamin pembaca akan mudah sekali bosan. Namun, ide yang sederhana tetapi dikemas dengan rapi dan menarik, akan membuat pembaca betah berlama-lama untuk membacanya. Dan ini yang selalu saya pegang selama ini. Ide menulis tak harus yang fantastis, yang simple saja dulu. Bagaimanapun, tentu penulis pemula seperti saya butuh beribu-ribu pengalaman menulis untuk mendapatkan sebuah hasil karya yang berkualitas. Darimana kita bisa mendapatkan ribuan pengalaman menulis itu, jika kita selalu saja menunggu mendapatkan ide-ide yang brilian?
3M : Menulis, menulis dan menulis. Itu adalah resep pintar menulis dari bapak Kuntowijoyo. Dengan banyaknya pengalaman menulis, maka kita bisa dengan mudah mengetahui mana kalimat yang enak dibaca, dan mana kalimat yang datar saja. Di dalam blog inipun, masih sedikit sekali tulisan yang saya buat. Hanya sekitar 240-an. Belum sampai ribuan. Tak heran jika kualitas tulisan saya masih segini saja adanya.
"Belajar menulis itu : dimulai dari menulis tentang apa yang kita rasakan, bukan dari apa yang kita ketahui". -Anis Matta-.Maka, seperti yang sudah saya singgung di awal, bahwa bahan bakar menulis adalah dengan membaca novel sastra. Dengan menikmati sajian sastra, maka perasaan kita akan jauh lebih peka. Dengan kepekaan itu, maka apa yang kita rasakan akan lebih bervariasi. Variasi perasaan ini akan menjadi sebuah senjata ampuh untuk membuat sebuah tulisan sederhana. Dan dari tulisan-tulisan sederhana itu, akan terhimpun puluhan, hingga ratusan pengalaman berharga. Dengan pengalaman-pengalaman itu, maka kita akan tahu dimana muaranya ^_^. Maka sekali lagi tak berlebihan sekiranya saya menyatakan bahwa membaca karya sastra adalah bahan bakar dari aktifitas menulis.
boleh juga idennya Fin, selama ini kalau aku nulis ya nulis saja, soalnya bikin hati seneng, jadi nulis terus
BalasHapushe he itu dilihat dari sudut pandang saya saja mbak ely. Buat orang lain, mungkin caranya bisa beda-beda. Ada yang menulis ketika ada mood, atau ada yang menulis karena memang tuntutan.
Hapusitu novel Kemi saya cari-cari belum dapet juga....
BalasHapuswah saya sudah membahasnya disini mbak : http://www.inspirasicoffee.com/2012/06/novel-kemi-2.html
Hapus^_^