Malam itu angin menyelusup di sela-sela ventilasi udara rumah kontrakan. Udara dinginnya kejam langsung menggigilkan tubuhku. Aku menarik selimut berwarna biru tua itu, berusaha sebisa mungkin menghangatkan badan. Hari itu aku masih menikmati lembar demi lembar sebuah novel lama yang lupa aku baca. Negeri 5 Menara. Bahkan uniknya, novel trilogi lanjutannya Ranah 3 warna sudah aku beli dan masih bertengger manis di rak buku diruang tengah. Sambil menikmati keindahan sastra dari A Fuadi, sesekali aku menengok ke arah hape yang tergeletak di samping. Seperti biasa, jam-jam sebelum tidur seperti ini adalah waktu untuk berbincang dengan istri tercinta. Mengobrol tentang tema apa saja yang terjadi sepanjang hari. Ah, saat-saat ini pasti dia masih sibuk menyusui Hanan hingga lupa telfon, atau bahkan bisa saja dia tak sadar langsung tertidur pulas bersama bayi mungilnya.
Malam itu aku menyadari bahwa sesuatu yang biasa kita miliki, akan sangat berharga ketika sesuatu itu tiba-tiba lenyap dari diri kita. Sesuatu yang tidak penting pada menit kesekian, tiba-tiba menjadi sangat penting pada menit berikutnya. Secara tiba-tiba, kita tidak punya akses untuk menggunakannya. Kita tak berkuasa lagi dengannya. Sebagai contoh kecil saja yakni bagaimana sensasi nikmatnya makan, setelah sembuh dari sariawan. Bagaimana pula dengan sensasi nikmatnya berjalan menggunakan kaki dengan riang, setelah sembuh dari keseleo. Dan malam itu, aku mengalaminya. Sesuatu yang sering tak dianggap, tetapi kita tak menyadari itu sejatinya ada. Kita bahkan seringkali sombong bahwa sesuatu itu memang seharusnya dan normalnya tersedia buat kita. Saat yang 'normal tersedia' itu diambil, kitapun langsung kelimpungan.
Malam itu, hujan deras masih menyisakan bekasnya di jalanan-jalanan rumah. Beberapa genangan air di jalan-jalan yang berlubang menjadi pemandangan normal. Hujan deras sering kali memberikan kesibukan bagi sebagian orang, termasuk aku. Karena sebelumnya, 15 menit sebelum aku berbaring manis dengan berselimut tebal dan buku novel diatas dadaku, aku harus mengepel lantai rumah yang beberapa bagian terdapat genangan akibat ada atap yang bocor. Yah, atap bocor semenjak rumah sebelah yang direnovasi dan sedikit banyak merusak beberapa bagian dari talang air diatas rumah ini.
Saat imajinasiku terbang melayang di dunia antah berantah tentang si Alif yang tengah sibuk mempersiapkan pertunjukkan kelas 6 kepada seluruh penduduk PM, tiba-tiba hape di sisi pun bergetar membuyarkan imajinasiku. Istri menelefon. Aku meletakkan buku disamping dan kuangkat telfon serta menjawab salam. Saat kami berbincang sedikit tentang kabar hari ini, tiba-tiba pett!!. Listrik mati!. Semua menjadi gelap. Hanya sinar layar hape sedikit membuat mataku merespon pantulan cahaya benda-benda sekitar. Aku jadi tidak konsentrasi menjawab pertanyaan istri. Aku mengatakan pada istri bahwa lampu mati, dan ingin segera memperbaikinya. Perbincanganpun selesai.
Awalnya aku kira ada pemadaman bergilir dari PLN akibat hujan deras yang mungkin saja merusakkan sebagian gardu listrik. Aku beranjak dari tempat tidur, meraih senter yang ada dibalik televisi dan membuka pintu kamar. Aku heran sejenak, karena ada sinar yang menerobos ke ruangan tengah dari arah luar. Sinar lampu dari rumah tetangga. Aku segera menyadari bahwa yang mati hanya listrik di rumahku saja. Aku segera beranjak keluar rumah, mengecek apakah meteran listriknya njeglek. Dan benar saja. Rupanya meterannya memang njeglek. Aku menghidupkannya kembali, lampupun kembali menyala. Beberapa langkah meninggalkan lokasi meteran, tiba-tiba saja listrik kembali mati. Dan ketika kunyalakan kembali, sudah tidak bisa. Hanya ada satu kesimpulan. Listrik korslet!!.
Meskipun aku dari jurusan elektro, sungguh aku tidak mengerti bagaimana cara memperbaiki korslet yang aku tidak tahu bagaimana hubungan antara kabel-kabel yang terbenam di dalam tembok kontrakan itu. Bagian mana yang menyebabkan korslet juga tidak bisa diperkirakan. Dan akhirnya malam itu, aku tidur bersama kegelapan. Ditemani lampu lilin, aku meneruskan membaca beberapa lembar novel yang tadi sempat membuatku penasaran. Sebelum akhirnya aku tertidur di jaman batu.
Selamat datang di gubug Inspirasi Coffee. Blog ini dikelola oleh penulis sejak September 2008. Sampai sekarang, api semangat menulis masih menyala terang, menarikan pena melukiskan cerita kehidupan. Hak cipta dilindungi oleh Allah Azza wa Jalla.
Browse: Home > cerita coffee > Saat Kenikmatan Diambil Sesaat, Kembali ke Jaman Batu
Selasa, 13 November 2012
27 komentar:
Terima kasih atas komentarnya ya sobat blogger. Terima kasih juga sudah menggunakan kalimat yang sopan serta tidak mengandung unsur SARA dan pornografi. Komentar yang tidak sesuai, mohon maaf akan dihapus tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Btw, tunggu kunjungan saya di blog anda yah.. salam blogger
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
well, saya paling suka dengan mati lampu..
BalasHapushujan, petir juga.. :D
memang mencekam, tapi suasanya yang dingin dan menyejukkan membuat saya menjadi tentrem..
*lho?!
wah kalau mati lampunya sendirian, ga enak lho he he.
Hapusiya kalau lagi mati lampu, suasana menjadi lebih nyaman dan tentram.
kl sy agak repot pas mati lampu.. anak2 pasti rewel
BalasHapushe he.. iya susahnya kalau punya balita kalau pas mati lampu :)
HapusPLN dan Dahlan Iskan sebuah satu kestuan yang terbentuk melalui sebuah sistem yang bernama BUMN, dan kali ini sedang gundah gulana menghadapi tuntutan DPR RI
BalasHapus*hahaha
gak nyambung sama yang dibahas.
well saya sama mas a.i.r kalo mati lampu it fun
hiks.. berita dahlan iskan selalu heboh.
HapusPerpaduan antara hujan + mati lampu itu sering aku alami di ponorogo bagian desoku, seringnya karena memang mati dari plnnya.
BalasHapuswah ponorogo dekat ma PM ndak ris? siapa tahu dulu mas Alif pernah ketemu sama kamu
Hapushaha..sekitar 10km dari rumah, tapi kan Alif hidup di pm tahun 1987an, aku barusan bisa jalan itu mas..
Hapushe he.. iya yah.
HapusMalam itunya banyak banget :)
BalasHapusAmbil cuti buat bongkar aliran listrik :)
wah ternyata kang Aan detil juga yah, hiks... memang 'malam itu'nya tertulis 3x :)
Hapuskalo saya mati lampu pas malem malah seneng. tidur pules. kalo pas jam kerja mati lampu itu.... mati gaya! apalagi pas laptop habis batre dan ada tugas yang mesti segera dikerjakan -___-'
BalasHapussaya udah tamat yang negeri 5 menara sama ranah 3 warna. sekarang penasaran sama buku ketiganya yang entah kapan terbitnya T____T
Kalau pas lagi kerja trus mati lampu itu asiik. Artinya bisa istirahat sebentar he he
Hapustadi malam sudah menghabiskan negeri 5 menara, dan tadi pagi mulai dengan ranah 3 warna.
Aku pernah mengalami jaman batu ini, hidup pakai senthir... dulu hal itu bukan masalah, tapi sekarang kalo listrik mati jadi masalah besar. Begini ini kalo hidup sudah terlanjur enak
BalasHapusiya dulu waktu masih kecil, aku juga pernah merasakan benar-benar tanpa listrik. Dan kehidupanpun normal. Tapi sekarang jika tak ada listrik, langsung mudah mengeluh.
HapusBisa tidur ya dalam keadaan mati listrik? Kalau saya tidak bisa. Jangankan akan beranjak tidur. Kalo sudah tidurpun lalu tiba-tiba mati listrik, pasti langsung terasa dan terbangun. Trus ya sudah, menyibukkan diri hingga listrik menyala. Hehe..
BalasHapuswah.. kalau listriknya ndak menyala-menyala berarti ndak bakalan bisa tidur donk mbak?
Hapusdi sini bisa dikatakan ndak pernah mati lampu :)
BalasHapuswah di Jerman emang teknologi kelistrikan udah maju. Jadi ndak mati-mati lagi deh.
Hapustak kirain jaman batu yang gimana gitu, ternyata listrik mati tho, sama, saya juga kuliah elektro ga bisa benerin radio rusak :D
BalasHapussedia lampu emergency aja sahabat, untuk keadaan-keadaan darurat seperti ini :)
iya. biasanya saya sedia lilin. Cuma ketika mau tidur harus dimatikan, kalau tidak mau resiko kebakaran :)
HapusKalau di kota besar seperti jakarta bisa mati lampu bisa berapa juga akibatnya..
BalasHapuskalau banjir jakarta musti dibuat listrik mati. Kalau listrik menyala, bisa bahaya kesetrum semua :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusi like play wow game.....
Hapuswow gold
terima kasih sudah berkunjung di blog ini.
Hapus