Sore itu langit begitu indah. Gumpalan awan terlihat cantik tersinari mentari jingga yang tengah bersiap tenggelam di ufuk barat. Aku sedang berjalan dari kantor di area depan menuju kantor baru di area workshop. Hari itu aku harus pindah di kantor baru. Dikarenakan tuntutan percepatan penyelesaian project prototype, aku harus berkantor di area workshop dalam beberapa bulan ke depan. Perlengkapan-perlengkapan seperti komputer, mouse dan monitor sudah dipindah beberapa jam sebelumnya. Sambil berjalan santai menuju workshop, sore itu aku terlibat perbincangan kecil membahas project yang sedang berjalan dengan seorang rekan (sebut saja mas Anang).
Di tengah obrolan hangat sore itu, tiba-tiba hapeku bergetar tanda ada pesan WA yang masuk. Tampak di layar hape tertulis 'bunda sayang', pikirku biasanya dia ingin titip dibelikan nasi goreng atau nasi jotos untuk makan malam yang di rumah. Beberapa detik kemudian, otakku seperti korslet. Aku tak bisa berpikir jernih untuk menimpali obrolan mas Anang saat itu. Dalam kondisi normal, biasanya aku masih bisa terlibat obrolan santai meskipun sambil membaca WA. Tapi kali ini aku benar-benar tak bisa melakukan multi task. Pikiranku terlalu fokus dengan apa yang aku baca di layar hape. Tak terlalu memperhatikan apa yang sedang mas Anang sampaikan, aku langsung meminta maaf dan berkata "Mas, sorry. Aku harus pulang sekarang. Anakku sedang sakit".
Begitulah isi pesan WA dari bunda. Pikiranku langsung kemana-mana. Konsentrasiku mulai menghilang. Rasa panik mulai menyergap. Ya Allah, semoga kakak tidak kenapa-napa. Aku mempercepat langkah. Senja yang indah dengan awan yang menari-nari di kanvas langit menjadi tidak penting kala itu. Tujuanku hanya satu, segera sampai rumah.
Jarak antara kantor dengan rumah sebenarnya tidak terlalu jauh. Kira-kira 20 menit perjalanan menggunakan motor dengan kecepatan sedang. Perjalanan yang seharusnya sebentar itu menjadi benar-benar lama. Motor seperti berjalan lambat sekali.
Dua puluh menit berlalu dengan lama. Roda motorku memasuki halaman rumah. Tak sabar ingin ku bertemu dengan kakak. Dari sela-sela daun pintu, kulihat kakak sedang melihat televisi. Dalam kondisi normal, biasanya kakak langsung berlari menuju ke arahku untuk menyambut kehadiranku. Tapi kali ini hal itu tidak terjadi. Dia menghindar, sambil menuju bunda yang sedang berada di ruang dapur, memberitahu kalau abinya sudah pulang.
"Bun, abi bun...", suara kakak terdengar lirih dari tempat aku melepas sepatu di ruang tamu.
Dadaku berdesir halus. Rasa sedih kian meresap ke dalam hati. Perlahan namun pasti, rasa itu terus menerus bertambah, siap meledak kapan saja. Aku mencoba mendekati kakak, namun dia langsung menghindar dan menangis. Dia sepertinya tahu kalau abinya akan memeriksa benjolan di belakang telinganya. Aku langsung paham, kucoba membiarkannya sejenak. Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Aku menuju ke kamar, menaruh tas dan jaket ke tampat biasanya. Kubaringkan badanku yang rasanya begitu lelah.
Waktu maghrib hampir tiba, pikiranku masih kemana-mana. Takut kalau terjadi apa-apa dengan kakak. Mataku tiba-tiba menjadi panas. Air mataku mulai menetes, memikirkan yang nggak-nggak dengan kakak. Dia masih kecil, umurnya baru 5 tahun, sedang asyik-asyiknya dengan dunianya bermain. Ah, sekali lagi aku harus berpikiran positif, berprasangka baik kepada Allah. Benjolan seperti itu sebenarnya aku sendiri pernah mengalaminya. Namanya gejala pembengkakan getah bening. Tanda bahwa tubuh sedang mengaktifkan sistem imun merespon adanya serangan bakteri atau virus di dalam tubuh. Penanganannya harus cepat, karena kalau terlambat bisa-bisa harus dioperasi. Dulu, aku butuh satu minggu untuk bisa sembuh. Solusi terbaik adalah segera membawanya ke dokter spesialis anak. Besok pagi kakak harus segera diperiksakan ke dokter, aku mengirim WA ke atasanku, besok izin datang terlambat.
Bunda masuk ke dalam kamar, mengamati sebentar dan segera sadar bahwa mataku mulai berkaca-kaca. Dia mendekatiku dan menghapus air mata yang mengalir di pipi, sambil mengatakan 'Kakak tidak apa-apa Bi, besok kita periksakan ke dokter'. "Iya", jawabku singkat. Aku berusaha kuat dan tenang.
Adanya benjolan di tubuh bukan sesuatu yang biasa, namun juga bukan perkara yang harus membuat kita panik dan tak bisa berpikir. Segera periksakan ke dokter spesialis anak. Karena dokter yang tahu dengan latar belakang kemampuan medisnya. Jangan pernah menunda untuk membawa ke dokter. Berdoa kepada Allah, semoga memberikan yang terbaik.
Bersambung ...
Di tengah obrolan hangat sore itu, tiba-tiba hapeku bergetar tanda ada pesan WA yang masuk. Tampak di layar hape tertulis 'bunda sayang', pikirku biasanya dia ingin titip dibelikan nasi goreng atau nasi jotos untuk makan malam yang di rumah. Beberapa detik kemudian, otakku seperti korslet. Aku tak bisa berpikir jernih untuk menimpali obrolan mas Anang saat itu. Dalam kondisi normal, biasanya aku masih bisa terlibat obrolan santai meskipun sambil membaca WA. Tapi kali ini aku benar-benar tak bisa melakukan multi task. Pikiranku terlalu fokus dengan apa yang aku baca di layar hape. Tak terlalu memperhatikan apa yang sedang mas Anang sampaikan, aku langsung meminta maaf dan berkata "Mas, sorry. Aku harus pulang sekarang. Anakku sedang sakit".
"Di belakang telinga kakak sebelah kiri kok ada benjolan ya? Tak pegang keras. Katanya tidak sakit kalau dipegang".
Begitulah isi pesan WA dari bunda. Pikiranku langsung kemana-mana. Konsentrasiku mulai menghilang. Rasa panik mulai menyergap. Ya Allah, semoga kakak tidak kenapa-napa. Aku mempercepat langkah. Senja yang indah dengan awan yang menari-nari di kanvas langit menjadi tidak penting kala itu. Tujuanku hanya satu, segera sampai rumah.
Jarak antara kantor dengan rumah sebenarnya tidak terlalu jauh. Kira-kira 20 menit perjalanan menggunakan motor dengan kecepatan sedang. Perjalanan yang seharusnya sebentar itu menjadi benar-benar lama. Motor seperti berjalan lambat sekali.
Dua puluh menit berlalu dengan lama. Roda motorku memasuki halaman rumah. Tak sabar ingin ku bertemu dengan kakak. Dari sela-sela daun pintu, kulihat kakak sedang melihat televisi. Dalam kondisi normal, biasanya kakak langsung berlari menuju ke arahku untuk menyambut kehadiranku. Tapi kali ini hal itu tidak terjadi. Dia menghindar, sambil menuju bunda yang sedang berada di ruang dapur, memberitahu kalau abinya sudah pulang.
"Bun, abi bun...", suara kakak terdengar lirih dari tempat aku melepas sepatu di ruang tamu.
Dadaku berdesir halus. Rasa sedih kian meresap ke dalam hati. Perlahan namun pasti, rasa itu terus menerus bertambah, siap meledak kapan saja. Aku mencoba mendekati kakak, namun dia langsung menghindar dan menangis. Dia sepertinya tahu kalau abinya akan memeriksa benjolan di belakang telinganya. Aku langsung paham, kucoba membiarkannya sejenak. Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Aku menuju ke kamar, menaruh tas dan jaket ke tampat biasanya. Kubaringkan badanku yang rasanya begitu lelah.
Waktu maghrib hampir tiba, pikiranku masih kemana-mana. Takut kalau terjadi apa-apa dengan kakak. Mataku tiba-tiba menjadi panas. Air mataku mulai menetes, memikirkan yang nggak-nggak dengan kakak. Dia masih kecil, umurnya baru 5 tahun, sedang asyik-asyiknya dengan dunianya bermain. Ah, sekali lagi aku harus berpikiran positif, berprasangka baik kepada Allah. Benjolan seperti itu sebenarnya aku sendiri pernah mengalaminya. Namanya gejala pembengkakan getah bening. Tanda bahwa tubuh sedang mengaktifkan sistem imun merespon adanya serangan bakteri atau virus di dalam tubuh. Penanganannya harus cepat, karena kalau terlambat bisa-bisa harus dioperasi. Dulu, aku butuh satu minggu untuk bisa sembuh. Solusi terbaik adalah segera membawanya ke dokter spesialis anak. Besok pagi kakak harus segera diperiksakan ke dokter, aku mengirim WA ke atasanku, besok izin datang terlambat.
Bunda masuk ke dalam kamar, mengamati sebentar dan segera sadar bahwa mataku mulai berkaca-kaca. Dia mendekatiku dan menghapus air mata yang mengalir di pipi, sambil mengatakan 'Kakak tidak apa-apa Bi, besok kita periksakan ke dokter'. "Iya", jawabku singkat. Aku berusaha kuat dan tenang.
Adanya benjolan di tubuh bukan sesuatu yang biasa, namun juga bukan perkara yang harus membuat kita panik dan tak bisa berpikir. Segera periksakan ke dokter spesialis anak. Karena dokter yang tahu dengan latar belakang kemampuan medisnya. Jangan pernah menunda untuk membawa ke dokter. Berdoa kepada Allah, semoga memberikan yang terbaik.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya ya sobat blogger. Terima kasih juga sudah menggunakan kalimat yang sopan serta tidak mengandung unsur SARA dan pornografi. Komentar yang tidak sesuai, mohon maaf akan dihapus tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Btw, tunggu kunjungan saya di blog anda yah.. salam blogger